Pertempuran di Timor Barat

KEHANCURAN KOTA KUPANG DI MASA PERANG DUNIA KE-DUA”

Pertempuran antara Tentara Sekutu dengan tentara Jepang memperebutkan Pulau Timor

Pada tahun 1941 sebelum terjadinya invasi tentara Jepang ke Pulau Timor, Pulau Timor bahagian barat berada dibawah kekuasaan Belanda sedangkan Pulau Timor bahagian timur dibawah kekuasaan Portugal.

Arhanud kekaisaran Jepang

Setelah tentara kekaisaran Jepang di Filipina ‘berhasil’ mengalahkan pasukan Sekutu dibawah pimpinan Jenderal Douglas Mac Arthur serta menguasai Filipina pada tanggal 2 Januari 1942, maka invasi Jepangpun mulai dikembangkan memasuki Indonesia. Kalimantan, Sumatera, Sulawesi serta Maluku diserang dan diduduki (diluar pulau Jawa), invasi terus dilakukan keselatan Indonesia dan Pulau Timor menjadi incaran Jepang untuk dikuasai berikutnya, Jepang memiliki beberapa alasan untuk menguasai Timor, yakni (Pertama) Jepang ingin memotong jalur bantuan Sekutu dari Darwin-Australia yang akan diberikan kepada sekutu mereka (Belanda) di Pulau Jawa, (Kedua) dengan menguasai Pulau Timor maka Jepang akan lebih mudah untuk melakukan penyerangan ke Australia terutama ke Darwin yang menjadi Pangkalan Utama Militer Udara dan Laut tentara Sekutu disana, (Ketiga) dengan menguasai Lautan Hindia (diselatan pulau Timor) berarti mereka dapat menghadang dan menyerang Armada Kapal Perang Sekutu yang sering melewati lautan Hindia menuju ke Filipina, Timur Tengah, Asia Timur dan Selatan.

Para Pilot berani mati tentara Jepang

Kekuatan Pasukan tentara Belanda di Timor barat yang terkonsentrasi di Kota Kupang sebelum terjadinya penyerangan Jepang adalah 650 tentara KNIL, 1 Batalion tentara Infanteri VIII Belanda dan memiliki beberapa persenjataan berat, mereka seluruhnya berada dibawah Komandan Letnan Kolonel Nico Van Straten. Pada pertengahan Februari 1941, Australia mengirim bantuan tentara ke Pulau Timor, baik ke Kupang maupun ke Dili guna membantu Belanda dan Portugal.

Australia mulai mengirim 1400 anggota Pasukan Sparrow Force beserta peralatan persenjataan beratnya menuju Kupang yang dipimpin oleh Letnan Kolonel William Leggatt, serta Royal Australian Air Force (RAAF) mengirim 2 (dua) Skuadron pesawat tempur/bomber yang ditempatkan di lapangan udara Penfui, sedangkan pasukan Sparrow Force beserta persenjataan beratnya ditempatkan disepanjang pantai utara pulau Timor ( mulai dari pelabuhan Tenau, pantai kota Kupang sampai dengan pantai Oesapa Besar), mereka juga menempatkan beberapa anggota Sparrow Force di Camplong, selain itu mereka juga ditempatkan disekeliling bandara militer Penfui untuk pertahanan udara.

Sementara tentara Jepang juga sedang melakukan persiapan untuk melaksanakan invasi ke Kupang-Timor maupun Timor Portugal, Pasukan Darat diambil dari Ambon yakni dari Resimen 228 Tentara Jepang sebanyak 5500 orang, serta didukung oleh 13 kapal perang dan 14 kapal pengangkut pasukan yang dipimpin langsung oleh Laksamana Pertama Tanaka Raizo dan armada pesawat pembom (dari Makassar). Seluruh kekuatan pasukan Jepang ini berada dibawah komando Mayor Jenderal Itto Takeo. Rencananya pendropingan pasukan tentara Jepang ke Timor Barat akan dilakukan melalui beberapa pintu masuk dipantai selatan pulau Timor.

Tentara Sparrow Force Australia di kupang 1942

Pada tanggal 26 dan 30 Januari 1942, 42 Pesawat tempur tentara Jepang yang berpangkalan di Kendari mulai melakukan penyerangan pertamanya terhadap Kota Kupang dan bandar udara Penfui, kemudian pada tanggal 5 Februari pasukan sekutu di pangkalan Darwin Australia mengirim bantuan pasukan dan kapal perang ke Kupang-Timor Barat, pada tanggal 12 Februari Tentara Angkatan laut Amerika di Pulau Jawa juga mengirim beberapa Kapal Perang (yang mengangkut persenjataan artileri berat) untuk membantu pertahanan Sekutu di Kupang Timor, sedangkan pada tanggal 15 Februari 1942 dari pangkalan Sekutu di Darwin Australia Utara dikirim 8 kapal perang sekutu yang mengangkut persenjataan artileri berat dengan tujuan yang sama yakni Kupang-Timor Barat.

Tentara Sekutu tengah di puing-puing bangunan Kota Kupang setelah pemboman tentara Jepang tahun 1942

Pada tanggal 16 februari 1942, pesawat pengintai Jepang menemukan iring2an 8 kapal perang sekutu dari Darwin menuju Timor maka dikirim beberapa pesawat tempur Jepang untuk melakukan penyerangan terhadap konvoi kapal-kapal perang Sekutu di Lautan Hindia, sehingga terjadi pertempuran yang sengit karena pihak Sekutu juga mengirim pesawat-pesawat tempurnya dari Darwin guna membantu melindungi Konvoi kapal-kapal perang tersebut, terjadi pertempuran sengit di Lautan Hindia, namun akhirnya iring-iringan tersebut dapat memasuki pelabuhan di Kupang pada tanggal 16 Februari 1942, bersamaan dengan masuknya konvoy kapal perang Sekutu yang dikirim dari Jawa untuk memperkuat pertahanan pasukan Sekutu di Kupang-Timor. Seluruh kekuatan Militer pasukan sekutu yang berada di Timor Barat berada dibawah pimpinan Brigadir Jenderal William Veale.

Pilot Pesawat tempur Jepang dari Batalion Udara 202 di Penfui-Kupang tahun 1943

Pada tanggal 16 Februari 1942, konvoy 27 armada kapal perang tentara Jepang dari Ambon mengangkut kurang lebih 5500 tentara Jepang serta persenjataan berat sudah berlayar menuju Kupang, konvoy ini dipimpin langsung oleh Laksamana Pertama Tanaka Raizo. Sementara pemboman atas kota Kupang oleh pesawat-pesawat Pembom Jepang masih terus dilakukan sampai dengan tanggal 17 Februari 1942. Jepang memang benar-benar ‘melumatkan’ kota Kupang maupun Penfui.

Kondisi Kehancuran Kota Kupang setelah di Bom oleh Jepang 1942

Melalui penyerangan dan pemboman yang bertubi-tubi yang dilakukan oleh pesawat-pesawat udaranya, Jepang berharap akan membuat tentara Sekutu yang bertahan di kota Kupang akan menjadi lemah dan kocar-kacir, sehingga nantinya akan lebih memudahkan bagi tentara Jepang yang didarat untuk menaklukkan kota Kupang,

Pemboman disertai penerjunan paratroops Jepang di Kota Kupang tahun 1942

Sisa Pesawat Tempur dari Skuadron Pesawat Tempur Sekutu di pangkalan udara militer Penfui yang lolos dari penyerangan pesawat pembom Jepang, ditarik mundur kembali ke pangkalan Militer di Darwin karena dianggap sudah tidak mampu lagi menahan serangan dari pesawat tempur Jepang, hal ini menjadikan kekuatan pasukan darat tentara Sekutu di Kupang semakin lemah dikarenakan mereka tidak berada dalam ‘dukungan dan lindungan’ dari pesawat-pesawat tempur mereka. Pada tanggal 19 Februari 1942, iring-iringan 27 Armada Kapal Perang Jepang mulai memasuki perairan pulau Timor, lalu disusul keesokan harinya dengan pendropingan pasukan memasuki Timor pada tanggal 20 Februari 1942 melalui pantai Teres, Puru dan Sekalak, serta pantai Batulesa di Selatan Pulau Timor.

Pengeboman kota Darwin 19 feb 1942

Catatan Wikipedia : Pada tanggal 19 Februari 1942 sekitar 242 pesawat Pembom tentara Jepang (yang diberangkatkan dari pangkalan Makassar dan Kendari) juga melakukan penyerangan atas kota Darwin-Australia, yang merupakan pangkalan militer Angkatan Udara dan Laut tentara Sekutu ( Australia, Amerika Serikat dan Inggris), penyerangan yang pertama kali dilakukan oleh Jepang terhadap pangkalan tersebut merupakan ‘penyerangan terbesar’ dari sekitar kurang-lebih 100 kali penyerangan udara yang dilakukan Jepang atas Australia dalam perang dunia ke II (1942-1943), penyerangan pertama kali tersebut memakan korban 251 tentara Sekutu tewas, 23 pesawat tempur Sekutu hancur dan 10 kapal perang tenggelam, sedangkan dari pihak Jepang hanya 1 orang tewas dan beberapa orang hilang serta 6 pesawat tempur tertembak jatuh ( tercatat 84 bom dijatuhkan diatas kota Darwin yang menyebabkan kota Darwin dan pangkalan udaranya hancur) . Dengan menghancurkan pangkalan Sekutu di Darwin tersebut maka bantuan militer dari Australia ke Timor selanjutnyapun akhirnya terhenti.

Tentara Sekutu yang tengah menjaga pantai Kupang tahun 1942

Pada tanggal 20 Februari 1942, Pasukan tentara Jepang mulai melakukan penyerangan besar-besaran melalui darat terhadap Kota Kupang, Penfui maupun Oesao, dengan didukung oleh tembakan-tembakan dari Kapal-Kapal Perangnya di laut, menyebabkan terjadinya pertempuran hebat dan sengit di Kota Kupang, karena serbuan dari tentara Jepang tersebut dilayani oleh tentara Sparrow Australia dan tentara Belanda yang ada di Kupang, pertempuran di darat sama sengitnya dengan pertempuran dilaut Timor antara Kapal Perang dari kedua pihak.

Kehancuran Kota Kupang diakibatkan pemboman Jepang tahun 1942

Pada hari itu juga tanggal 20 Februari 1942 pagi-pagi telah diberangkatkan pula puluhan pesawat pembom Jepang dari Makassar dan Kendari menuju Kupang dengan membawa 300 lebih Paratroops (tentara payung), dan pada pukul 15.00 WITA armada pesawat tempur (bomber) Angkatan Udara Jepang mulai melakukan penyerangan serta pemboman besar-besaran diatas kota Kupang dan Penfui, selain itu mereka juga menerjunkan 300 lebih Paratroops diatas kota Kupang, pertempuran di Kota Kupang menjadi tidak seimbang karena sebahagian tentara Jepang yang mendarat dari selatan pulau Timor juga melakukan penyerangan dari ‘belakang’ pasukan Sekutu yang bertahan di Kupang, selain itu, sebahagian pasukan Jepang juga diarahkan melakukan penyerangan terhadap bandara Penfui maupun Oesao. Serangan total melalui darat, laut dan udara oleh tentara Jepang menyebabkan banyak jatuh korban dipihak tentara Sekutu maupun masyarakat sipil (rakyat) di Kota Kupang. Pertempuran pada tanggal 20 februari 1942 di Kota Kupang ini benar-benar menjadi “neraka” bagi tentara Belanda dan Australia maupun rakyat Kupang, dan pada tanggal 20 februari 1942 Kota Kupang jatuh ketangan tentara Jepang (sayangnya sejarah tidak mencatat kehancuran kota Kupang akibat Perang Dunia kedua ini).

Meriam Pertahanan udara maupun Laut dari Tentara Sekutu di pantai Kelapa Lima

Selanjutnya dengan kekalahan dalam pertempuran di Kota Kupang, tentara Sekutupun mundur dan bertahan, serta melanjutkan pertempuran di Babau, namun pada tanggal 21 februari 1942, sekali lagi armada pesawat pembom Jepang melakukan penyerangan dan pemboman disertai penerjunan ratusan Paratroops (tentara payung) diatas kota Babau, Oesao dan Penfui, dan terjadi pertempuran yang sengit antara tentara Jepang dengan tentara sekutu disana kurang lebih selama 3 Jam akhirnya Kota Babau dan Lapangan Terbang Penfui berhasil jatuh ketangan tentara Jepang pada sekitar pukul 14.00 Wita tanggal 21 Februari 1942.

Penembakkan Meriam Tentara Sekutu di Pantai Kelapa Lima tahun 1942

Tentara Sekutu ( Belanda dan Australia) yang dikepung dan dipukul mundur dari kota Babau oleh tentara kekaisaran Jepang kemudian mundur dan melakukan konsolidasi pasukan di Oesao, namun disana sudah ada tentara Jepang (yang terlebih dahulu menguasai Oesao), sehingga tentara Sekutupun terkepung dan terjadi perang sengit di Oesao yang menyebabkan banyaknya korban gugur dari pihak Sekutu karena terjepit oleh pengepungan dan penyerangan sengit yang dilakukan oleh tentara Jepang yang datang dari Babau maupun yang ada di Oesao.

Mereka (tentara Sekutu) kembali mundur kearah kota Camplong, tetapi karena sudah kalah dalam jumlah pasukan maupun menipisnya kepemilikan amunisi akhirnya pada tanggal 23 Februari 1942 Tentara Sekutu di Timor Barat “Menyerah dan Kalah” di Camplong, maka Jepangpun menyatakan/mengclaim bahwa mereka telah menguasai Timor Barat secara keseluruhan pada tanggal 24 Februari 1942, dengan demikian Timor Baratpun mulai dijajah oleh Jepang.

Sebagai tambahan bahwa Tentara Sekutu di Timor bahagian Timur telah terlebih dahulu “menyerah” kepada Jepang pada tanggal 20 Februari 1942.

Tentara Sekutu yang meloloskan diri ke Oesao setelah terdesak dari Babau

Sumber Data berasal dari “Film Dokumenter Sejarah Pertempuran di Timor tahun 1942” milik tentara Australia dan Wiki pemboman atas Darwin https://id.wikipedia.org/wiki/Pengeboman_Darwin#:~:text=Serangan%20udara%20Jepang%20ke%20Darwin,serangan%20psikologikal%20terhadap%20penduduk%20Australia.

Sumber Foto dari Google

NNU

Mary Bryant dari Inggris sampai di Koepang-Timor Barat tahun 1791.

(Diangkat dari The True story of Mary Bryant)

Mary Bryant
Romola Garai in movie the Incredible Journey of Mary Bryant
Mary Braund

Mary Braund (lahir di Inggris tahun 1765) dia dibaptis pada tanggal 1 Mei 1765 di Fowey, Cornwall, Inggris, putri seorang pelaut bernama Broad, yang keluarganya 'terkenal karena sering mencuri domba'. Kisah ini diawali ketika Mary Braund masih berusia 17 tahun, pada masa tersebut di Inggris terjadi kelaparan di-mana mana, sehingga Mary bertumbuh menjadi wanita yang agak liar dan mencari makan dengan cara-cara yang melawan hukum ( mencuri ataupun merampok). Suatu waktu di area hutan setempat, Mary 'menjebak' seorang wanita "berpunya" dengan cara dia berpura-pura pingsan, ketika wanita tersebut hendak menolong dia, Mary pun bangun dan merampas makanan dan tas milik perempuan tersebut serta melarikan diri, sayangnya wanita tersebut datang dengan dua saudara laki-lakinya yang langsung mengejar dan menangkap Mary, Marypun diserahkan kepada polisi dan kemudian dia diajukan ke Pengadilan setempat. Pada tanggal 20 Mei 1786 di Exeter Assizes , Mary didakwa dengan tuduhan melakukan penyerangan dan perampokan, dan kemudian oleh Pengadilan Mary dihukum dan dijatuhi hukuman mati ( hukuman gantung). Akan tetapi dalam perjalanan pihak Pengadilan merubah hukuman atas Mary menjadi hukuman transportasi (mengikuti dan bekerja sebagai budak dalam suatu pelayaran) selama tujuh tahun, maka dia dibawa dari penjara Exeter ke penjara Dunkirk di lepas pantai Plymouth, di mana dia tinggal sampai dipindahkan untuk ikut "kapal Charlotte" pada Armada Pertama untuk berangkat menuju Botany Bay ( New South Wales-Australia Selatan).

Pembuangan ke Benua Australia

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pada tahun 1787, Raja George ke-III mengeluarkan perintah untuk memindahkan para Narapidana hukuman mati/hukuman berat dari Inggris ke Australia. Mary Braund (ketika itu berusia 22 tahun) termasuk dalam rombongan pertama yang dikirim ke benua Australia, dimana dalam rombongan pertama tersebut terdapat 100 orang Narapidana dengan hukuman berat yang diberangkatkan menuju New South Wales Australia dengan menggunakan Kapal Charlotte, Mary dengan para narapidana tinggal di penjara yang berada di dek bawah kapal, dimana dipisahkan antara penjara wanita dan laki-lakinya.
Dalam perjalanan panjang dan lama menuju Australia tersebut, Mary sempat 'berhubungan' dengan komandan pasukan pengawal dalam kapal tersebut yakni Letnan Clarke, dan Mary diajak tinggal sekamar dengan Clarke di cabin miliknya. Namun perjalanan percintaan mereka putus ditengah jalan karena Clark mengetahui bahwa Mary sudah mengandung, Clarke benar-benar marah dan kecewa dengan mengandungnya wanita yang dia cintai yakni Mary, kemudian sebagai pemuncak dari kekecewaannya dan marahnya kepada Mary, Clarke memerintahkan mencambuk teman dekat Mary, Elizabeth, karena Elizabeth membongkar kebiasaan (aib) dari pimpinan di kapal yang mengajak narapidana wanita untuk tinggal dan menjadi teman tidur di kabin milik mereka, teman Mary tersebutpun dihukum cambuk oleh letnan Clarke karena Clarke merasa 'malu'. Mendengar hal ini, Marypun sangat marah kepada Clarke, sehingga Mary mengambil keputusan untuk 'putus hubungan' dengan Letnan Clarke dan kembali ke penjara kapal, bergabung teman2 narapidana lainnya. Mary yang ternyata saat itu sedang mengandung besar (tanpa diketahui siapa ayahnya) akhirnya melahirkan anak perempuan pada bulan Mei 1787 yang dia namakan Charlotte (sesuai dengan nama kapal yang mereka tumpangi), Letnan Clarke sang komandan pasukan merasa sangat kecewa dengan Mary, dia bahkan menuduh Mary telah berselingkuh dibelakangnya, hal ini menimbulkan dendam kesumat yang mendalam dan berkepanjangan dari Clarke terhadap Mary Braund serta kekasihnya William Bryant ( dan ini akan nampak pada kehidupan Mary dan William selanjutnya), namun dibalik semua Letnan Clarke sebenarnya diam-diam masih mencintai dan dia masih mengharapkan Mary kembali menjadi kekasihnya.
Mary tetap tabah memelihara anaknya Charlotte yang didukung seorang pemuda yang diam diam juga jatuh cinta dengan Mary, pemuda narapidana tersebut adalah William Bryant. Selama dalam perjalanan dengan kapal Charlotte, Mary senantiasa berpenampilan sebagai 'seorang gadis yang baik', kemudian putrinya Charlotte Spence pun dibaptis pada bulan Oktober 1787 di Cape Town-Afrika Selatan.
Setibanya di teluk Sydney (New South Wales-Australia) pada 10 Februari 1788 Mary menikah dengan William Bryant, dan sejak menikah, maka saat itu nama Mary Braund berubah sebagai "Mary Bryant"
Willy adalah seorang nelayan Cornish yang berusia sekitar 31 tahun, yang telah dihukum pada Maret 1784 di Launceston Assizes karena menolak petugas untuk membayar pajak pendapatan. Dia dihukum menjalani transportasi laut selama tujuh tahun dengan tujuan ke Amerika, tapi kemudian tujuannya diubah dan dia juga melewati penjara Exeter dan Dunkirk, dan bergabung dengan kapal Charlotte (sekapal dengan Mary), di mana dia dipekerjakan sebagai koki kapal Charlotte dengan tugas menyiapkan makanan bagi sesama tahanan.

Penemuan Benua Austalia dan statusnya

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa benua Australia ditemukan oleh Sir James Cook dari Inggris pada tahun 1770,dan sejak itu Inggris mengclaim bahwa benua Australia adalah 'Jajahannya' dan untuk itu Pemerintah Inggris pada era Raja George ke-III mulai menempatkan orang-orangnya disana, serta oleh Inggris benua Australia juga ditetapkan sebagai tempat pembuangan/penjara bagi para narapidana dengan hukuman berat,hukuman mati atau narapidana seumur hidup Inggris. Disini pulalah William Bryant beserta istrinya Mary serta para narapidana kategori berat dibuang dari Inggris, bahkan mereka termasuk penduduk Australia asal Inggris yang tinggal mula-mula di Australia Selatan (di New South Wales).

Kehidupan di Benua Australia.

Ketika mereka sampai di Port Jackson ( Australia Selatan), para narapidana dari Inggris langsung membuat koloni tersendiri, mereka mulai mengelola lahan yang ada terutama mengelola perikanan laut yang mempunyai potensi cukup besar untuk dikelola, tetapi selain itu timbul beberapa tantangan seperti adanya gangguan dan penyerangan dari para penduduk asli (suku Aborigin), maupun terjadinya pelecehan seksual yang dialami oleh para narapidana wanita oleh para narapidana pria.
William Bryant setelah menikah dengan Mary dan membentuk rumah tangga, mereka mulai membangun tempat tinggal (sebuah gubuk) dan mereka memulai mengelola sebuah perkebunan serta menjadi nelayan. Selain menghidupi keluarganya, William juga diberi tanggung jawab oleh pemerintah terhadap pengelolaan atas operasional kapal penangkap ikan milik pemerintah, akan tetapi pada Februari 1789 William dihukum karena menjual sebahagian hasil penangkapan ikan untuk kepentingan pribadi sehingga dia dijatuhi hukuman 100 kali cambukan. Kewenangannya kendali atas pengelolaan penangkapan ikan dicopot, meskipun sebenarnya dia adalah nelayan yang terampil, dia ditahan di perahu penangkapan ikan. Pada bulan April 1790 anak kedua Mary, Emanuel, lahir dan dibaptis.
Kehidupan para Narapidana Inggris di Port Jackson ternyata benar-benar sengsara dan menyedihkan, banyak dari mereka dan anak-anaknya yang meninggal dunia akibat kelaparan serta terserang penyakit menular, sehingga hal ini membuat Mary bertekad untuk "melarikan diri" dari Australia kembali ke Inggris, karena dia tidak ingin kedua anaknya akan mengalami hal yang sama meninggal disana. Maka untuk merealisasikan rencana pelarian tersebut Mary mulai membuat perencanaan yang matang, bagaimana mengumpulkan bahan makanan, minuman, serta mendapatkan peralatan pelayaran yang dibutuhkan, peta untuk mencapai Timor bahkan kapan waktu pelaksanaan pelarianpun diatur oleh Mary, dan dia pula yang membagi tugas kepada teman-teman narapidana yang akan bersama-sama melakukan pelarian, seluruh langkah persiapan sampai pelaksanaan pelarian diatur Mary yang didukung oleh suaminya.
Pada bulan Oktober 1790 tiba di Port Jackson sebuah kapal pengangkut salju Belanda yakni Kapal Waaksamheyd yang mengangkut perbekalan makanan yang sangat dibutuhkan oleh penduduk Port Jackson, kapal ini dinahkodai oleh Kapten Detmer Smith (Smith). Dari kapten kapal Smith lah William Bryant memperoleh bagan, kompas, kuadran, dua senapan, amunisi, dan makanan.
William dan Mary beserta beberapa teman narapidananya semakin memantapkan rencana pelarian untuk kembali ke Inggris melalui Timor, karena mereka tau bahwa di Koepang-Timor ada VOC Belanda, sehingga mereka berharap nantinya pimpinan VOC Belanda (Opperhoofd) di Koepang akan dapat membantu mereka untuk kembali ke Inggris, akan tetapi tindak tanduk dari Mary dan suaminya maupun teman-temannya selalu diawasi dengan ketat oleh tentara marinir Inggris anak buahnya Letnan Clarke. Mary mencari jalan keluar guna dapat merealisasikan pelarian yang (sudah) direncanakan dengan matang bersama sang suami dan beberapa teman narapidananya tersebut, Mary pula yang mengatur pencurian bahan makanan dari gudang pemerintah untuk bekal dalam pelarian tersebut, selain itu Mary kembali melakukan pendekatan kepada Letnan Clarke (tentunya sudah melalui persetujuan dari suaminya), Clarke yang memang masih mencintai Mary tanpa curiga menerima Mary dengan senang hati, karena cintanya yang kembali bersemi kepada Mary membuat Clarke mulai terbuai dan lengah, sehingga pengawasan terhadap Mary dan keluarganya menjadi longgar. Hal inilah yang diharapkan oleh Mary, ketika Clarke lengah, maka pelaksanaan persiapan untuk pelarian pun berjalan semakin baik dan lancar sesuai harapan mereka.

PeLarian ke Koepang-Timor

Pada bulan Februari 1791, badai menerpa Port Jackson dan hampir menghancurkan perahu-perahu ikan milik pemerintah yang ada disana, William Bryanpun melakukan perbaikkan secara menyeluruh terhadap perahu yang menjadi tanggung jawabnya tersebut sebagai persiapan untuk melarikan diri (Perahu milik pemerintah tersebut yang akan dicuri guna membawa mereka melarikan diri).
Pada tanggal 28 Maret 1791 (enam hari setelah Pasokan makanan dikirim ke Pulau Norfolk, sebuah pulau kecil diantara Benua Australia dan Selandia Baru), ketika kapal Waaksamheyd berlayar kembali ke Inggris, malam itu juga pelarian dilaksanakan (tanpa ada kapal lain di Port Jackson untuk bisa menyusul mereka, dan tidak ada bulan yang menerangi langit South Head), para tentara marinir anak buah Clarke pun lengah dalam pengawasan, Marypun mulai melaksanakan aksinya untuk membuat letnan Clarke terbuai cinta dan tidur bersamanya. Setelah 'tidur' dengan Mary, Clarkepun tertidur pulas, ketika dia terbangun Mary tidak ada disampingnya lagi, Clarke curiga, dia panggil anak buahnya segera melakukan pemeriksaan di pelabuhan, benar saja ketika itu para narapidana sudah berada didalam perahu "curian" dan bersiap untuk segera berlayar, mereka terlambat, tetapi ada seorang narapidana tertembak dan ditangkap, sedangkan yang lainnya berhasil lolos dan memulai perjalanan pelarian yang 'impossible' dari Sydney menuju Kupang-Timor.

Bryant, Mary dan kedua anaknya serta lima narapidana lainnya 'berhasil' melarikan diri dari New South Wales Australia menggunakan perahu layar terbuka dengan tiang, layar, dan dayung baru serta persediaan perbekalan yang cukup dengan tujuan ke Koepang-Timor, mereka mulai mendayung perahunya menyusuri Lautan Pasifik Selatan, meskipun ada salah satu buronan yang bersamanya adalah seorang navigator dan yang lainnya pelaut yang mahir menangani kapal, namun pelayaran tersebut adalah pelayaran yang cukup berat karena mereka harus mendayung perahu melewati lautan yang cukup ganas dan berombak besar ( open boat voyage ), beberapa kali perahu mereka terombang-ambing dihempas badai dan gelombang tinggi, disamping itu mereka sempat kehabisan perbekalan air minum sehingga mereka menggantungkan diri kepada air hujan, makananpun semakin menipis, tenaga sudah sangat terkuras, dan yang paling merasakan adalah kedua anak dari Mary yang masih kecil.
Hampir saja para narapidana tersebut menyerah karena tenaga sudah sangat terkuras disertai oleh kelelahan yang amat sangat, akan tetapi Mary terus menguatkan dan memacu semangat mereka untuk terus mendayung guna mencapai sebuah 'kemerdekaan', menyerah berarti mereka akan ditangkap dan mati ditiang gantungan, apabila meneruskan pelarian maka masih ada secercah harapan untuk mendapat kemerdekaan.
Dengan adanya penguatan dari Mary, maka dengan berbekal sisa-sisa tenaga yang ada mereka akhirnya memutuskan untuk tetap mendayung perahu tersebut melintasi Samudera Pasifik Selatan menuju ke Timor, mereka sempat beberapa kali singgah di beberapa pulau di Australia untuk beristirahat, mencari makanan serta air minum, mereka pernah hampir dibunuh oleh penduduk asli Australia (Aborigin) disebuah persinggahan, salah seorang teman mereka (William Allen) terkena tombak di-paha tetapi beruntung mereka dapat meloloskan diri naik ke perahu dan melanjutkan pelarian.
Sementara itu tanpa disadari, ternyata Letnan Clarke beserta anak buahnya juga terus melakukan pengejaran.
Letnan Clarke dan anak buahnya sempat hampir menangkap para narapidana yang melarikan diri tersebut di sebuah pulau di Queensland Australia Timur, bahkan disitu salah seorang narapidana (Sam) tertangkap oleh marinir anak buah Clarke, kemudian Sam dihukum mati diatas tiang gantungan. Sedangkan teman mereka yang terkena tombak suku Aborigin (William Allen) akhirnya meninggal dunia diatas perahu dalam perjalanan ke Koepang.
Sisa para narapidana ( Mary, Willy, kedua anak mereka serta 3 orang teman narapidana) yang masih hidup langsung melarikan diri dengan perahunya menuju Timor, sehingga Letnan Clarke memutuskan untuk menyusul mengejarnya ke Koepang-Timor Barat.

Mendarat di Koepang-Timor

Perjalanan ini benar benar adalah sebuah perjalanan yang berbahaya dam menyengsarakan, terkadang karena kelelahan merekapun tertidur serta membiarkan perahu terayun-ayun oleh ombak, atau disaat layar terkembang maka perahupun melaju sendiri ditiup angin, hanya Mary yang tetap terjaga serta mengarahkan kemudi perahu menuju Timor. Setelah beristirahat mereka mulai kembali mendayung perahu tersebut, William dan kawan2 terus berjuang mati-matian sehingga akhirnya mereka bertujuh dapat mendarat dengan selamat di Koepang-Timor Indonesia pada tanggal 5 Juni 1791, setelah melakukan perjalanan sejauh 3254 mil (5.237 km) dalam waktu 69 hari ( dua bulan lebih) melalui suatu perjalanan pelarian yang 'gagah berani dan sangat-sangat luar biasa'. Bahkan dalam perjalanan tersebut mereka juga menemukan sumber-sumber batu bara di Australia (mungkin di dekat Newcastle di New South Wales-Australia), mereka juga menemukan banyak pulau di Barrier Reef di Queensland East-Australia.
Mereka berlayar mengarungi Samudera Pasifik Selatan dan Laut Arafura yang terkenal sangat ganas gelombangnya apalagi pelayaran tersebut terjadi di musim-musim angin timur.

Ditangkap di Koepang-Timor dan dikirim ke Batavia

Di Koepang, Bryant sekeluarga dan kawan-kawan 'menyamar' sebagai orang orang yang selamat dari kecelakaan di pantai Australia, mereka bertemu dan bahkan mereka menjadi tamu dari pimpinan VOC Belanda (Opperhoofd) di Koepang, mereka memperkenalkan diri sebagai John Parker dan istri Elizabeth Parker, mereka diberikan kamar dan dilayani sebagai tamu dari pimpinan VOC Belanda serta tinggal di komplex benteng Concordia-Kupang, Willy dan Mary dan kedua anaknya serta teman-temannya benar-benar gembira dan senang, karena di Kupang mereka benar-benar menjadi "orang bebas" .
Pada tanggal 17 September 1791 Kapten kapal Frigate Inggris HMS Pandora yakni Kapten Edward tiba di Koepang dengan awaknya yang 'selamat' dari Kapal HMS Pandora yang hancur dihantam badai beserta dengan para tahanan pemberontak kapal Bounty (Kapal Frigate HMS Pandora yang dipimpin oleh Kapten Edward adalah Kapal yang dikirim kerajaan Inggris untuk menjemput dan menangkap para pemberontak terhadap Kapal Bounty pimpinan kapten William Bligh ditahun 1789 di laut Tonga-Hawai)

( cek cerita tentang pemberontakkan diatas kapal HMS. Bounty di link : https://nickywritehistory.wordpress.com/2021/02/06/laksamana-madya-sir-william-bligh/).

Kapten Edward menanyakan tentang para buronan yang 'kabur' dari Botany Bay yang saat itu diperkirakan sudah berada di Kupang, ketika Kapten Edward akhirnya dapat bertemu dengan para narapidana yang melarikan diri dari Botany Bay tersebut dan 'menginterogasi mereka', Kapten Edward sudah mencurigai bahwa para tamu VOC Belanda tersebut adalah para narapidana yang melarikan diri dari New South Wales Australia, tetapi dia tidak bisa ber-lama-lama untuk menggali siapa mereka sebenarnya, karena pada tanggal 5 Oktober 1791 kapten Edward telah bersiap-siap untuk berlayar menuju Rembang-Jawa Tengah.
Letnan Clarke dengan anak buahnya yang kemudian juga mendarat di Koepang dalam rangka mengejar para narapidana tersebut segera bertemu dengan Openhofd Belanda di benteng Concordia-Koepang, Letnan Clarke menanyakan perihal keberadaan mereka kepada Opperhoofd, jawaban Opperhoofd VOC Belanda membuat Letnan Clarke semakin yakin bahwa para narapidana yang melarikan diri tersebut telah berada di Koepang, dia pun mulai melakukan pencarian terhadap William Bryant dan kawan2nya, akhirnya dia menemukan mereka dan dari pengejaran tersebut tiga orang narapidana tertembak oleh anak buah letnan Clarke masing-masing adalah William Bryant dan salah satu temannya (meninggal dunia) dan salah seorang teman narapidana lainnya dilumpuhkan dengan tembakan di-pahanya, William Bryant dan temannya yang meninggal dunia diperkirakan dikubur di Kuburan Nunhila disamping Benteng Concordia.
Pada bulan November 1791 para pelarian narapidana yang masih hidup tersebut ditangkap dan dikirim ke Batavia ( Jakarta ) dengan dikawal ketat oleh Letnan Clarke dan anak buahnya, untuk selanjutnya akan diberangkatkan ke Inggris.

Kembali ke Inggris

Mary, dgn anak-anaknya Charlotte dan Emanuel, berangkat menuju Inggris dari Batavia mendahului 2 (dua) teman narapidana lainnya, tetapi kemudian di Semenanjung laut, Mary, Emanuel Bryant dan Charlotte kemudian bergabung dengan dua narapidana temannya yang masih hidup di kapal Gorgon untuk melanjutkan perjalanan ke Inggris, dalam perjalanan 9 bulan ke Inggris dua orang anaknya Charlotte dan Emanuel Bryant meninggal dunia diatas kapal dalam perjalanan ke Inggris karena sakit malaria dan kedua anaknya dikuburkan di laut, sehingga tersisa 3 ( tiga ) orang Narapidana yakni Mary Bryant dan 2 (dua) orang temannya yang masih hidup sampai mendarat di Inggris pada tanggal 18 Juni 1792.

Diadili dan bebas.

Setibanya di Inggris, dalam persidangan pengadilan di London pada tanggal 7 Juli 1792, Mary yang karismatik bersaksi berapi-api serta sangat menyentuh hati para pendengarnya, hal ini mendapatkan simpati serta dukungan dari pers setempat maupun dari publik Inggris yang hadir dalam persidangan tersebut, terlebih-lebih ketika dia bersaksi dan menceritakan kembali kisahnya ketika 'mencari keadilan' melalui pelariannya menuju Inggris dari Australia melalui Koepang-Timor, di mana dalam pelarian tersebut dia kehilangan seluruh keluarganya yang dia kasihi.
Akhirnya Pengadilan memutuskan untuk "membebaskan" Mary dan kedua temannya (John Butcher dan Martin) sebagai penghargaan atas kejujuran mereka, dengan keyakinan bahwa mereka telah mendapatkan pelajaran yang berharga dari pengalaman mereka sebagai Narapidana di Australia. Mary Bryant mengambil keputusan untuk kembali ke kampung halamannya pada bulan Mei 1793 untuk bergabung dengan keluarga besarnya di Fowey- Cornwall (Sejak itu tidak ada kabar lagi tentang Mary Bryant).
Adapun Letnan Clarke sang pemimpin pasukan pengawal, dia tinggalkan di London untuk memikul beban mental bertanggung jawab atas kematian Will, Charlotte, dan Emmanuel.

Kisah perjalanan hidup yang luar biasa dari Mary Bryant dan keluarganya adalah kisah tentang usaha pelarian melalui laut yang sangat panjang serta beresiko tinggi dengan hanya menggunakan sebuah Perahu terbuka dari Botany Bay Australia Selatan sampai dengan Koepang Timor, dan Mary sekeluarga serta teman-temannya mampu selamat serta tiba kembali di Inggris.
Pelarian ini oleh rakyat Inggris dianggap sebagai suatu pelarian yang hebat dan mengagumkan dalam sepanjang sejarah penyelamatan diri yang pernah dilakukan oleh seorang wanita, dimana perjalanan penyelamatan diri ini "sebanding" dengan penyelamatan diri yang dilakukan oleh Kapten Kapal Inggris HMS Bounty Sir William Bligh dan anak buahnya dari kepulauan Tonga sampai ke Koepang-Timor dua tahun sebelumnya (tahun 1789).
Oleh sebab itu Dr. Johnson memandang perlu mengangkat dan menulisnya sebagai "Autobiografi of Mary Bryant", dan dari autobiografinya kemudian dibuatkan film mini seri televisi di Australia dengan judul film "The Incredible Journey of Mary Bryant" dibintangi oleh Romola Garai, Jack Davenport, Alex O'loughlin, dengan biaya AS 15 Million ( merupakan biaya terbesar yang pernah dianggarkan untuk pembuatan film mini seri di Australia ).

Sumber data dan foto : Wikipedia Mary Bryant
, serta Movie " the Incredible Journey of Mary Bryant"

Catatan : Ada perbedaan data antara dalam cerita pada 'Wikipedia Mary Bryant' dengan cerita yang ada pada film 'The Incredible Journey of Mary Bryant'

NNU (23 Mei 2021).










(Diangkat dari the true Story of Mary Bryant)

Pahlawan Nasional Prof.Dr.Ir.Herman Johannes

Prof. Dr. Ir. Herman Johannes, sering juga ditulis sebagai Herman Yohanes (lahir di Rote, NTT, 28 Mei 1912 – meninggal di Yogyakarta, 17 Oktober 1992 pada umur 80 tahun).

Herman Johannes

Riwayat Hidup Herman Johannes secara umum

Dia memulai pendidikannya di Sekolah Melayu Ba’a-Rote (1921) dilanjutkan ke Europeesche Lagere School di Kupang (ELS, 1922) setelah itu Herman melanjutkan ke Meer Middlebare School (MULO,1928) di Makassar, lalu lanjut ke Sekolah Menengah Atas di Algemeene Middlebare School di Batavia (AMS,1931 ) terakhir beliau mengikuti Pendidikan Teknik di Technische Hogeschool THS Bandung (ITB, 1934).

Ketika beliau menjadi mahasiswa di THS-Bandung tersebut, beliau bersama-sama dengan I.H.Doko (salah seorang Pahlawan Nasional asal NTT), Josef Toelle, Ch.F.Ndaumanu dan S.K. Tibuludji mendirikan Organisasi Pemuda Timorsche Jongeren yang bertujuan mempersatukan para pemuda dan pelajar asal karesidenan Timor yang tengah belajar di pulau Jawa, sebagai suatu organisasi kepemudaan yang Nasionalis, organisasi Timorsche Jongeren banyak berjuang secara politis menggelorakan semangat Kemerdekaan bagi Indonesia (tergerak oleh Soempah Pemoeda 1928) sebagaimana yang dilakukan juga oleh organisasi2 kepemudaan saat itu seperti Jong Java, Jong Sumatera, Jong Ambon, Jong Celebes dll. Setelah itu 5 orang tersebut mendirikan Organisasi Kepemudaan Perkumpulan Kebangsaan Timor (PKT) pada tahun 1937

Herman Johannes adalah Cendekiawan, Politikus, Ilmuwan Indonesia, Guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Pahlawan Nasional Indonesia. Ia pernah menjabat Rektor UGM (1961-1966), Koordinator Perguruan Tinggi (Koperti) tahun 1966-1979, anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) RI (1968-1978), dan Menteri Pekerjaan Umum (1950-1951).

Karier Herman di Ketentaraan masa perjuangan

Selain itu beliau juga pernah menjadi Perwira Angkatan Darat dengan pangkat Mayor, Herman Johannes bergabung dengan pasukan Akademi Militer di sektor Sub-Wehrkreise 104 Yogyakarta. Dengan markas komando di Desa Kringinan dekat Candi Kalasan. Dalam kariernya di TNI, tahun 1946, karena memiliki keahlian dibidang Fisika dan Kimia maka atas perintah Kasum Kementerian Keamanan Rakyat, Letjen Urip Soemoharjo beliau diminta untuk membangun (dan sekaligus menjadi Kepala) Laboratorium Persenjataan Markas Tertinggi Tentara Nasional di Yogyakarta tahun 1946, Laboratorium ini menyediakan amunisi maupun persenjataan bagi Pasukan TNI yang pada saat itu mengalami krisis amunisi dan persenjataan yang diperlukan dalam perang Gerilya di Jawa Tengah .

Laskar gerilyawan di Jawa tengah tahun 1948

Herman Johanes juga ikut serta dalam Serangan Oemoem 1 Maret 1949 dimana TNI berhasil merebut dan menduduki Yogyakarta selama 6 jam. Serangan Umum 1 maret 1949 dibawah Komando Letkol.Soeharto adalah Penyerangan subuh yang dilakukan Tentara Indonesia terhadap Belanda yang menguasai Yogyakarta saat itu, dimana para tentara Indonesia tersebut mampu merebut dan menguasai ibu kota Indonesia saat itu dari Belanda selama 6 (enam) jam, dan hal ini didengar oleh negara2 lain di dunia bahwa tentara Indonesia masih eksist dan masih mampu melakukan tekanan2 terhadap tentara Belanda, sehingga akhirnya dengan tekanan2 negara lain di dunia, maka Belanda pada bulan Desember tahun 1949 melalui Konperensi Meja Bundar di Den Haag mengakui Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Letkol Soeharto Komandan Penyerangan kota Yogya 1 maret 1949

Mayor Johannes pernah pula membantu Letkol.Soeharto, bulan Desember 1948, Letkol Soeharto sebagai Komandan Resimen XXII TNI yang membawahi daerah Yogyakarta, Soeharto meminta Herman Johannes memasang bom di jembatan kereta api Sungai Progo, dan jembatan tsb berhasil dihancurkan untuk membendung serangan belanda. Juga Mayor Herman diminta untuk meledakkan Jembatan Bogem diatas Kali Opak, bahkan semua jembatan yang berada diantara Yogya-Solo “diledakkan” oleh Herman Johannes dalam rangka menghadang majunya tentara Belanda dalam pertempuran. Herman bersama-sama dengan rekan-rekan gerilyawannya berjuang di hutan-hutan Jawa Tengah sampai 29 Juni 1949, ketika mereka gerilyawan Indonesia dijemput oleh Sri Paku Alam dan Komisi dari PBB untuk kembali masuk ibu kota Yogyakarta, maka disanalah Herman keluar dari tentara dan kembali ke dunia pendidikan.

Panglima Soedirman dan Letkol Soeharto jelang penyerangan Yogyakarta

Jasanya di dalam perang kemerdekaan membuat Herman Johannes dianugerahi Bintang Gerilya pada tahun 1958 oleh Pemerintah RI. Herman Johannes mendapat anugerah gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Yudhoyono dalam rangka peringatan Hari Pahlawan 2009.

Keluarga

Herman Johannes menikah pada tahun 1955 dengan seorang Putri Raja dari Rote Tengah Annie Marie Gilbertine Amalo dan dianugerahi 4 (empat) orang anak masing-masing :

  1. Christine Johannes
  2. Hennete Johannes
  3. Daniel Johannes
  4. Helmy Johannes
Prof.Dr.Ir. Herman Johannes (Pahlawan Nasional)
  • Bintang, Tanda Jasa dan Pengharggaan untuk beliau :
  • Bintang Gerilya 1958
  • Satya Lencana Perjuangan Kemerdekaan, 1961
  • Satya Lencana Wirakarya, 1971
  • Bintang Mahaputra, 1973
  • Doktor Honoris Causa, UGM, 1975
  • Bintang Legiun Veteran RI, 1981
  • Anugerah Sri Sultan Hamengkubuwono IX, 1991
  • Pahlawan Nasional, 2009

( Sumber : Wikipedia Indonesia)

NNU

“Hendrik Riwukore”

Penyanyi Legendaris di Denpasar-Bali asal Sabu-Ambon

Hendrik di Stage

Nama ini ‘cukup beken’ dikenal dikalangan Penyanyi-Penyanyi Hotel atau Cafe di Denpasar-Bali maklum dia beberapa kali menjadi juara Bintang Radio maupun Pop Singer di Bali, dan telah berkarier di dunia tarik suara selama kurang lebih hampir 50 tahun. Hendrik lahir di Tangerang pada tanggal 9 Oktober 1951 dari orang tua James Riwukore dan Elisabeth Lawalata , ayahnya adalah seorang anggota TNI-AD yang keluar dari Liae-Pulau Sabu sejak tahun 40an, lama bertugas di Kesatuan Kodam Patimura, kemudian sempat pindah ke Makassar, jawa barat sebelum akhirnya bertugas dan pensiun di Kodam IX Udayana. Hendrik adalah anak sulung dari 4 bersaudara.

Bung Hendik dengan VG. Kombinasi juara II Lomba VG se-Denpasar tahun 1978

Setamat SMA, Hendrik mulai mencoba ber-olah suara, dia memulainya melalui kegiatan Vocal Group di Gereja Maranatha-Bali pada awal tahun 1970an, setelah itu bung Hendrik mencoba mengikuti Lomba Nyanyi Bintang Radio Bali pada tahun 1974, dan ternyata dia berhasil menjadi juara satu pada lomba tersebut, sedangkan juara dua adalah bung Budi Moesa ( putra mantan Danrem NTT pak Moesa SB), dan yang menjadi juara tiganya adalah Bung Darwin Here (keponakan pak gub.NTT El Tari) , sebagai Juara I Hendrik kemudian dikirim mengikuti Lomba tingkat Nasional pada tahun itu juga dan dia berhasil menjadi Juara 5 tingkat nasional . Sepulang dari Kejuaraan Bintang Radio di Jakarta, Hendrik mulai dikenal sebagai penyanyi, mulailah dia berkarier sebagai penyanyi di Denpasar-Bali. Sekali waktu diawal tahun 1970an, Pencipta Lagu, Penyanyi dan Pemusik terkenal Minggus Tahitoe dikontrak main di Sanur Beach Hotel dan menyanyi bersama-sama bung Hendrik, disana dia menciptakan sebuah Lagu dengan judul ” Pergi untuk Kembali “, kemudian dia minta bung Hendrik Riwukore untuk coba menyanyikan lagu yang baru dia ciptakan tersebut, hasilnya dia puas sekali karena bung Hendrik dapat menyanyikan dengan baik sekali dan sepulang dia dari Bali lagu itupun mulai masuk rekaman dengan pelantunnya adalah Melky Goeslaw, Broery Pesolima, Diana Nasution dll sehingga lagu itu menjadi lagu yang terkenal bahkan sampai sekarang lagu tersebut masih di nyanyikan kembali oleh Ello Tahitoe cucu kandung Minggus. Karier bung Hendrik semakin meningkat, tawaran menyanyi dari hotel ke hotel mulai berdatangan, ketika kemudian di tahun 1975 bung Hendrik mengikuti Lomba nyanyi Bintang Radio Bali di Denpasar, lagi-lagi dia menjadi Juara satunya, sedangkan posisi kedua dan ketiganya bertukar menjadi bung Darwin Here dan bung Budi Moesa, hal yang sama terjadi juga pada Pop Singer Bali tahun 1978 bung Hendrik menjadi Juaranya, pada tahun 1978 dia menyatakan berhenti mengikuti kejuaraan menyanyi agar memberi kesempatan generasi penerus lainnya menggantikannya, dan berkonsentrasi sebagai penyanyi profesional di Hotel, Restaurant maupun cafe-cafe di Bali. Juga pada awal tahun 1970an bung Hendrik sempat jadi Penyiar Radio AM Cassanova ( sekarang Radio FM) yang terkenal di Denpasar, dia termasuk Penyiar Pionir disitu

Dua penyanyi senior di Bali bung Hendrik dan Darwin Here

Berkarier nyanyi di Bandung-Jawa Barat (1978-1980)

Hendrik muda memiliki cita-cita untuk mengembangkan karier menyanyi, dia menginginkan untuk masuk dapur rekaman ( ini merupakan trade mark penyanyi apabila masuk dapur rekaman berarti sudah mencapai titik karier tertinggi), tetapi untuk mencapai hal tersebut adalah hal yang begitu sulitnya. Untuk mengejar hal tersebut maka dengan tekad yang besar bung Hendrikpun pindah ke Bandung untuk mencoba merubah nasib sebagai seorang penyanyi. Dia melamar untuk menyanyi di cafe/Hotel/Club Malam dan ternyata dia setelah melalui test diapun diterima sebagai penyanyi utama di club malam Latin Quarter-Bandung. Tidak lama kemudian setelah Hendrik menyanyi disitu masuklah seorang penyanyi muda bandung asal Ambon namanya Utha Likumahua (kelak dia menjadi penyanyi sangat terkenal di Indonesia). Bung Utha adalah Penyanyi pembuka, sedangkan bung Hendrik menjadi penyanyi utamanya, cukup lama bung Hendrik berkolaborasi dengan bung Utha di Latin Quarter, Club Malam ini sempat menjadi terkenal di Bandung karena mereka berdua yang menyanyi disitu, selain di Latin Quarter, bung Hendrik dan bung Utha juga menyanyi di Cafe Aneka Rasa-Bandung, dikedua Cafe inilah tempat nongkrongnya para penyanyi asal bandung.

Hendrik di panggung hiburan

Hendrik tidak lupa dengan cita-citanya untuk masuk dapur rekaman, melalui bung Utha Likumahua yang nota bene adalah adik kandung pemusik Benny Likumahua yang terkenal itu, dia minta untuk dibantu agar bisa masuk dapur rekaman. Pada saat itu memang “kelompok Ambon” di Jakarta dan Bandung lagi berada dipapan atas penyanyi-penyanyinya seperti Bob Tutupoli, Broery Marantika, Melky Goeslaw, Benny Likumahua, Enteng tanamal. Oleh koordinator Penyanyi Ambon (bapak Brigjen TNI Moeskita) dikatakan bahwa mereka siap menerima bung Hendrik dalam kelompoknya untuk bisa masuk dapur rekaman dengan catatan bung Hendrik harus melepas nama marga Riwukorenya dan menggunakan marga ibunya Lawalata. Hendrik bingung, coba konsultasi dengan ayahnya di denpasar, ayahnya bilang “…kalau kamu ganti marga Riwukore, lebih baik saya tembak kamu kasih mati ” , bung Hendrik keder maka dia pun batal masuk rekaman karena persyaratan tersebut, dia sempat sekali ikut rekaman (sebagai penyanyi sisipan), tetapi setelah itu tidak pernah dipanggil lagi. Akhirnya setelah menyanyi di Latin Quarter selama kurang lebih dua tahun, pada tahun 1980 Hendrik mengambil keputusan kembali ke Denpasar, agar lebih dekat dengan keluarga mengingat kedua orang tuanya sudah cukup tua.

Bung Hendrik dengan Boss radio Cassanova denpasar Komang

Kembali Denpasar tahun 1980 dan berkarier nyanyi sampai sekarang

Pada tahun 1980 bung Hendrik move back ke Denpasar, tanpa menunggu lama bung Hendrikpun mendapat tawaran menyanyi dari beberapa hotel dan Cafe serta club malam, bahkan untuk semalam bung Hendrik bisa menyanyi dibeberapa tempat sekaligus. Sebut saja bung Hendrik sempat tarik suara di Hotel-hotel besar seperti Grant Hyatt, Bali Beach Hotel ( sekarang namanya Ina Beach Hotel Sanur), Pertamina Cottage, Sanur Beach Hotel juga di Hotel Segara Village Sanur dan yang paling lama bung Hendrik menyanyi di Jaya Pub-Legian Kuta milik artis Rima Melati dan suaminya Frans Tumbuan. Hendrik termasuk penyanyi “serba bisa” , dia mampu menyanyikan lagu-lagu dalam jenis apa saja, Country, Rock n Roll, Pop, Balada, Blues maupun Regge bahkan Jazz sekalipun, dengan suaranya yang bariton serta serak-serak basah mampu membuat pendengarnya terbawa emosional mendengarnya dan kadang-kadang dia selipkan bunyi-bunyian dengan meniup Sempritannya yang selalu tergantung dilehernya. Selain menyanyi, bung Hendrikpun bisa bermain alat musik, seperti Gitar, Drum, bahkan Organ sekalipun. Sampai sekarang bung Hendrik masih menyanyi di Restauran di Kuta, hanya saja sudah tidak aktif seperti dahulu karena beliau sudah cukup umur (70 tahun), apalagi sekarang dunia pariwisata di Bali lagi mengalami kelesuan yang terparah akibat Covid-19 (lebih parah dibanding akibat Bom Bali 1 dan 2)

At Jaya Pub Legian-Kuta

Menyanyi di luar negeri

Sebagai seorang penyanyi profesional, bung Hendrik pernah merasakan dikontrak menyanyi di negeri orang antara lain di Australia ( Perth-West Australia) selama tiga bulan pada tahun 1997, juga di Taiwan selama 3 bulan pada tahun 2002.

Keluarga

Bung Hendrik menikah tahun 1984 dengan seorang gadis asal Cimahi- Jawa Barat Aat Rohati ( seorang guru) dan dari pernikahannya tersebut memiliki dua orang anak (putra dan putri) yakni Adeline Wiwit ( sarjana Arsitektur) dan Jhon Charles ( Seniman musik)

Sumber Foto dan Data : dari bung Hendrik Riwukore

NNU

Sukabumi periode 1964-1969

“Polisi di Era Orde Lama dan Baru”

Naik pangkat AKBP di SAK 15 Februari tahun 1965

Mutasi dari Balikpapan ke Sukabumi

Pada tahun 1964 keluar Skep Kepala Kepolisian Negara tentang Mutasi ayah kami Kompol tkt. I Titus Uly dari Komdak XIV Kalimantan Timur ke Sekolah Angkatan Kepolisian (SAK-RI) di Sukabumi, setelah kurang lebih 5 tahun ayah kami membaktikan diri di Lembaga Teritorial Kepolisian, sekarang beliau ditempatkan di Kawah Candradimukanya Pendidikan Polri yakni di Sukabumi. Kami sekeluarga berangkat dari Pelabuhan Semayang Balikpapan menuju Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dengan menumpang Kapal Penumpang Kelingi, perjalanan menuju Tanjung Priok Jakarta memakan waktu 1 (satu) minggu lebih karena kami masih menyinggahi Kota Makassar untuk mengisi bahan bakar, air dan juga penumpang.

Titus Uly dengan sahabat Pamen Akabri Kepolisian (1967)

Akhirnya setelah sampai di pelabuhan Tanjung Priok, kami disambut oleh keluarga yang ada disana, kemudian dengan menggunakan kendaraan Polisi yang sudah menjemput di Pelabuhan, kamipun berangkat ke kota Sukabumi-Jawa Barat, inilah repotnya jadi anak-anak ABRI saat itu, tanpa menunggu kepastian penyelesaian Sekolah anak2, begitu keluar SKEP pindah dari atasan maka diboyonglah semua anggota keluarga ketempat yang baru. Berbeda dengan Mutasi TNI-Polri sekarang, cukup bapaknya yang bersangkutan pindah dan tidak repot2 seperti dulu, dulu selain anggota keluarga, juga barang2 inventaris pribadi ikut diboyong sehingga ribet banget.

Sesampainya kami di Pelabuhan Tanjung Priok dari Balikpapan dgn kapal Kelingi (1964)

Sukabumi tahun 1964-1969

Sesampainya di Sukabumi, beruntung kami sudah disiapkan rumah sementara di gang Titiran yang terletak disamping Ksatrian bawah Sekolah Angkatan Kepolisian pada Jalan Bhayangkara Sukabumi, kami tinggal disitu kurang lebih 3 bulan. Sedikit tentang Kota Sukabumi, kota ini bertumbuh sebagai sebuah Kota sejak April 1914, kota Sukabumi berada di kaki gunung Gede dan gunung Pangrango, memiliki hawa yang dingin, ketika kami bangun pagi dan mengeluarkan hawa dari mulut akan berupa asap, kota sejuk ini merupakan pusat pendidikan Kepolisian sejak jaman pendudukan Belanda, kotanya kecil, luas kotanya cuma 50 km2 dengan jumlah penduduk (saat ini) mencapai 250.000 jiwa.

Ksatrian taruna dibawah

Kembali kepada Keluarga kami, kemudian ditahun 1965, ayah kami mendapat tempat tinggal (rumah dinas) di Jalan Soebarkah pada Perumahan Perwira Menengah di Blok C no.9-10 . Rumah Dinas Pamen Kopel (dua rumah) @ type 50 M2 ( jadi total 100 M2) ditempati keluarga kami yang pada saat itu adalah keluarga besar , kami pada awalnya berjumlah 11 orang, sedangkan luasan rumah yang ada tidak mencukupi menampung kami, kemudian diambil keputusan untuk satu rumah seluruh ruangan dipakai sebagai kamar tidur, satu rumahnya lagi ruang tamu dan ruang makan difungsikan, sedangkan kamar tidur yang ada tetap difungsikan sebagai kamar tidur dan kamar strika/gudang. Sangat berbeda jauh dengan rumah jabatan ayah kami di Balikpapan yang justru besar sekali, sehingga banyak kamar yang dapat berfungsi sebagaimana mestinya, bahkan masih memiliki halaman yang luas ( maklum rumah tersebut peninggalan rumjab. jaman Belanda).

Pada saat kami berada di Sukabumi (1964-1969) ini nama beberapa Gubernur SAK/AAK/AKABRI Kepolisian sebagai berikut : Brigjen Soebekti (Gub.SAK), Brigjen (pol) Soemantri Sakimi (1966-1967), kemudian diganti oleh Brigjen (pol) Soejoed bin Wahyu (1967-1968) dan diganti lagi oleh Brigjen (pol) Soetadi Ronodipuro (1968-1970).

Ayah kami mendapat kenaikan pangkat dari Komisaris Polisi (Kompol) tingkat I menjadi Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) di Sukabumi pada tanggal 15 Februari 1965.

Bis anak sekolah SAK

Kamipun mulai didaftarkan di sekolah-sekolah Swasta di kota Sukabumi, saya dan kak Jack masuk di SD. Mardi Yuana di Jalan Cikole dalam, adik Nonce di Sekolah Yuakti Bhakti, dan kak Moes masuk di SMP Yuakti Bhakti serta kak Lenny di SMP Penabur Kristen di Jalan Bhayangkara Sukabumi, adik Robby masih di Taman Kanak-Kanak AKPOL yang namanya Ahmad Riyani. Setiap pagi kami diantar oleh Bus Sekolah milik SAK ke sekolah kami masing-masing bersama anak2 Polisi lainnya, pulang sekolah kami jalan kaki dari sekolah sampai kerumah kami yang berjarak kurang lebih 3-4 km, begitu kegiatan rutin kami sehari-hari. Kondisi ekonomi Indonesia di era tahun 1964 sampai dengan 1966 benar2 anjlok tajam, di tahun 1964 terjadi pemotongan nilai uang dari Seribu rupiah menjadi Satu Rupiah, terjadi Inflasi ekonomi yang tinggi yang mencapai hampir 700 persen, Produk Domestik Bruto (PDB) sangat rendah, investasipun sangat rendah, harga2 bahan pokok tidak terjangkau dalam daya beli masyarakat , pokoknya ekonomi indonesia pada saat itu cukup berat. Apalagi ditambah dengan keadaan keamanan negara terganggu dengan adanya Operasi Militer Dwikora, Trikora maupun G-30-S PKI, sehingga masyarakat miskin semakin tertekan, uang-uang yang seharusnya digunakan untuk menyelesaikan masalah dropnya ekonomi justru dipakai untuk membeli Alutsista ABRI untuk perang (pada era tersebut kita banyak membeli Alutsista ABRI dari negara Rusia sehingga kita termasuk kekuatan militer kuat di Asia), dampaknya benar-benar membuat kacau ekonomi maupun Keuangan Negara saat itu, penduduk miskin meningkat hampir 80 persen. Kuda-Kuda Negara indonesia mulai goyah, terjadi demonstrasi Masyarakat dimana-mana yang dimotori oleh KAPPI / KAMI ( Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar serta Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dengan pentolannya berasal dari ITB dan UI. Pemberontakan PKI-1965 (yang menyebabkan kekacauan Politik dan Hankam didalam negeri) serta merosotnya Ekonomi Negara Indonesia inilah yang menyebabkan Presiden Soekarno “terpaksa” menyerahkan kedaulatan sebagai Presiden RI kepada Jenderal Soeharto pada bulan Maret tahun 1966.

Rumah Dinas Kopel yang kami tempati 1965-1967 di Jalan Soebarkah Blok C no. 9-10 Sukabumi

Bagaimana dengan keadaan keluarga kami ? Hidup susah itu pasti. Tidak terbayangkan ayah dan ibu kami harus mengatur ‘uang gaji’ yang sudah kecil untuk membiayai kehidupan sehari-hari kami sekeluarga ( ditambah dengan famili kami yang turut tinggal bersama dgn kami di Sukabumi), bertambahlah jumlah jiwa dalam rumah kami seluruhnya menjadi 13-14 orang.

Titus Uly dengan istri (1966)

Belum lagi orang tua kami harus memikirkan bagaimana dengan biaya/uang sekolah kami 7 (tujuh) orang anak (mulai dari TK sampai yang Kuliah) tidak boleh Putus Pendidikannya. Kakak yang tertua kebetulan sudah selesai pendidikan SMA nya dan sedang mencari/melamar pekerjaan di Jakarta untuk membantu orang tuanya dalam hal pendapatan kelak. Bangun pagi, setelah mandi dan berpakaian sekolah, kamipun duduk berjejer makan bubur cair pakai garam saja baru berangkat ke sekolah, beras yang jatah dari Polisi adalah beras dari kualitas kelas 4 (jelek sekali), dimana beras tersebut harus dibersihkan dari ‘batu-batu kecil serta ulat-ulat beras’ sebelum di masak, bahkan tidak jarang kami hanya makan Bulgur, tetapi situasi ini dapat kami sekeluarga lewati dengan baik berkat ibu kami yang bisa mengatur semuanya dengan baik. Ibu kami bukan hanya mengurus rumah tangga, beliau juga sangat aktif sebagai anggota Bhayangkari Akabri Kepolisian, bahkan dia terpilih sebagai Ketua Hariannya.

Ibu kami, kak Yos dan kak Jack dengan taruna/i AAK asal NTT tahun 1966

Kami anak-anak sangat berterima kasih, bangga dan menghargai ibu kami yang tidak pernah mengeluh sedikitpun dalam menghadapi keterpurukan Ekonomi Nasional, benar-benar dia berhemat ketat demi kemajuan pendidikan anak-anaknya, salut dan hormat untuk almarhum mama tercinta dan atas jasa beliau berdua kami kemudian hari bisa mencapai dan meraih cita-cita kami .

Saya dengan adik Nonce serta anak2 asrama Akabri Kepolisian ketika merayakan Hari Kartini 1966

Pada saat itu jabatan ayah kami Titus (Ayah kami sendiri adalah Alumni PTIK angkatan ke V) juga adalah sebuah jabatan yang lumayan strategis baik di SAK maupun di Akademi Angkatan Kepolisian (AAK) serta di Akabri Kepolisian, dia selain sebagai Dosen juga menjabat sebagai Kepala Departemen Akademi dan Biro Operasi Pengajar pada AAK/AKABRIdari tahun 1965 sampai tahun 1967 , ditangan dia lah penentuan Calon Taruna bisa lulus tidaknya menjadi Taruna , bahkan dia juga penentu bagi kenaikan tingkat tiap taruna ( kalau sekarang jabatan tersebut adalah Direktur Pendidikan Akpol). pada tahun 1967 AAK berubah lagi menjadi Akabri Kepolisian. Akabri pertama masuk pendidikan tahun 1967 tamat pada tahun 1970.

Peringatan Hari Bhayangkara di lapangan Soetadi Ronodipuro

Ayah kami benar-benar seorang yang berjalan lurus dan jujur, kalau saja dengan keadaan keuangan yang minim dia mau “nakal” saja sangat bisa untuk mendapatkan uang yang banyak, sebab banyak orang berusaha agar anaknya diterima di Akabri Kepolisian dengan menggunakan “cara apapun termasuk Uang”, apalagi saat itu situasi pengawasan melekat belum ada, anda terima uang sogok dianggap hal yang biasa, bukan suatu “kesalahan”. Tetapi ayah kami tetap tidak tergoyahkan dengan hal-hal seperti itu dan dia lolos dari ujian korupsi jaman itu. Dan sebagai Ketua Panitia Pelaksana Penerimaan Taruna Akademi Kepolisian memberi dukungan, petunjuk, serta bimbingan bagi putra-putri NTT yang ikut test Akabri agar mampu bersaing dan lolos test ( hal ini berlangsung selama 5 tahun), banyak dari murid-muridnya (yang asal NTT tersebut) dikemudian hari menjadi Tokoh-Tokoh di Lembaga Polri, dan pensiun dengan pangkat Kolonel bahkan sampai dengan Jenderal Polisi, diantaranya Brigjen (pol) Harnoldy Ratta-Mesa, Brigjen (pol) Zwingly Manu alm, Kombes (Pol) Zeth Lelametan alm, Kombes (Pol) Johny Frans alm, Kombes (Pol) Alberth Lasi alm, mereka adalah alumni AAK tahun 1968 (Bataliyon Dharma). Sedangkan dari Akabri Angkatan I (Bataliyon Waspada 1970) adalah Kombes (Pol) Johanis Paulus alm (yang adalah juga kakak ipar kami, menikah dengan kakak tertua kami Johana M.Uly), Kombes (Pol) Aloysius Langoday dll.

Titus Uly sebagai Pendidik/Dosen di Lembaga Pendidikan Polri di Sukabumi boleh berbangga bahwa dari murid-muridnya di AAK/Akabri bag. Kepolisian, (dikemudian hari) banyak yang menjadi Pejabat Teras Polri (Kapolri, Wakapolri dan Jabatan PATI-Polri lainnya), mereka antara lain berasal dari AAK /Bataliyon Dharma (tamat 1968), Akabri angkatan I/Bataliyon Waspada (tamat 1970), Akabri angkatan II/ Bataliyon Satya Brata (tamat 1971), dan setahun mengajar Akabri angkatan III/ Bataliyon Tansa Trisna (tamat 1972).

Para Sukwati berfoto dengan Gubernur SAK Brigjen Soebekti (1965)

Adik terkecil kami Ridho Galih Uly lahir di kota Sukabumi tanggal 3 Oktober 1965 setelah Gestapu PKI ( Lahir pas Gestok), dia lahir di RS. Ridho Galih Sukabumi, sehingga nama rumah sakit itu dinamakan ke nama adik bungsu kami.

Ibu kami gendong adik Ridho,adik Robby dengan disamping kanannya Kak Moesye (1965)

Kakak nomor dua kami (Yos Uly) pada pada tahun 1964 kuliah di ITB jurusaan Kimia Teknik, kakak nomor tiga Moesye Uly ketika tamat dari SMA awalnya bercita-cita masuk Fakultas Kedokteran , tetapi karena keadaan keuangan orang tua kami yang berat menyebabkan dia harus “mengalah” dari kakak nomor dua, dan dia kuliah di Universitas Satya Wacana-Salatiga. Berbicara cita-cita yang tinggi kadang harus dikalahkan dengan “uang” menyebabkan kecewa yang berat, sebab yang berkuasa saat itu adalah uang, berapa banyak anak bangsa dijaman itu harus terbengkalai cita-citanya bahkan putus sekolah hanya dikarenakan ekonomi rumah tangga yang ambruk oleh karena situasi inflasi ekonomi bangsa. Hal inilah yang menyebabkan kemarahan yang amat sangat dari rakyat kepada Pemimpin Bangsa yang tidak bisa mengeluarkan bangsa ini dari keterpurukan Ekonomi. Dan hal inipun kemudian berulang kembali pada era tahun 1998, dimana Rejim Soeharto pun ikut ambruk akibat Keterpurukan Ekonomi saat itu. Pada tahun 1967-1969 kami sekeluarga pindah rumah ke Ksatrian Perwira di Prana-Bunut, di lokasi perumahan Perwira ini juga tinggal Gubernur dan Wakil Gubernur Akabri Kepolisian. Dilingkungan perumahan ini juga terdapat Kolam Renang Akabri Kepolisian, sehingga giat anak2 Polisi sehari-harinya adalah renang, naik sepeda, main kelereng, main kasti dll.

Rumah kami di Prana (1967-1969)

Ayah kami Titus Uly kemudian Februari 1967 melalui keputusan Men/Pangak, Titus ditunjuk mengikuti Pendidikan Penjenjangan tertinggi saat itu di Kepolisian yakni Sekolah Staf dan Komando Angkatan Kepolisian (Seskoak) Angkatan ke- III (seangkatan dengan bapak Kombespol. Daniel Adu dari NTT). Saat itu juga Titus Uly pada tanggal 24 Agustus 1967 mendapat kenaikan pangkat dari AKBP menjadi Komisaris Besar Polisi (KBP).

Setahun kemudian setamatnya dari SESKOAK (1968) dia diangkat kembali menjadi Dosen tetap pada Akabri bahagian Kepolisian di Sukabumi serta “merangkap” menjadi Instuktur di Seskoak ( Sekarang adalah Sespimpol). Sebelumnya, pada tahun 1966, Titus Uly ditunjuk mewakili unsur ABRI sebagai anggota MPRS di Senayan-Jakarta (periode 1966-1972).

Mutasi dari Sukabumi ke Kupang (Desember 1969)

Setelah itu ayah kami mendapat penawaran mutasi Jabatan di Komdak Metro Jaya atau Komdak NTT, dia memilih untuk mutasi ke Kupang-NTT karena dia memilih untuk “pensiun” ditanah kelahirannya, sehingga pada bulan Desember 1969 sekali lagi kami sekeluarga diboyong oleh orang tua pindah ke Kupang dengan menaiki Kapal Polisi 504. Ketika kami berangkat ke Kupang, empat orang kakak kami tidak ikut pindah ke Kupang, kakak tertua Johana M.Uly tinggal dan bekerja di Jakarta, kakak no.2 Yos Uly masih kuliah di Teknik Kimia ITB, kakak no. 3 Moesye Uly kuliah di Jurusan Botani (kemudian pindah ke Fak.Hukum) UKSW-Salatiga, dan kakak ke empat Lenny Uly berangkat ke Belanda dan memulai hidup baru disana.

Sumber Data :

  1. https://nickywritehistory.wordpress.com/2021/01/24/kombespol-drs-titus-uly-pendiri-kepolisian-nusa-tenggara-timur/
  2. https://nickywritehistory.wordpress.com/2021/01/22/riwayat-hidup-leonie-victoria-uly-tanya/

NNU

Kerajaan Kupang

Don Alfonsus Nisnoni” (1907-1992).

Raja Kupang ke II Alfonsus Nisnoni dengan Nyonya Raja Adelle Amalo-Djawa

Kerajaan Kupang di pulau Timor pada era Majapahit.

Pulau Timor (1811) memiliki banyak gunung, dan Kota Kupang hanya memiliki 2 (dua) bahagian Pemukiman Masyarakat yakni tempat tinggal orang Tionghoa dan Pemukiman orang Melayu serta kota ini dilindungi sebuah Benteng yang disebut Concordia.

Belanda merebut Kupang dari Portugis pada tahun 1688, kemudian datang bangsa Inggris dan merebut Kupang dari Belanda pada tahun 1797. Para raja di Timor membentuk Persatuan dan kemudian menyerang dan mengalahkan Inggris di pulau Timor, Inggris kemudian merebut kembali Kupang tahun 1810. Pada tahun 1816 Inggris menyerahkan kembali Kupang ke Belanda sesuai Perjanjian Damai dgn Belanda tahun 1814 ( Reff “Surat dari Kupang” tulisan Jacques Arago,1811)

Dalam bukunya “Timor in 1831” seorang Antropolog asal Belanda J.Francis menulis bahwa jauh sebelum kedatangan Belanda di Timor, ternyata di Timor sudah ada sebuah Kerajaan besar yakni Kerajaan Kupang. Francis memperkirakan berdasarkan petunjuk serta bukti-bukti yang ada bahwa Kerajaan Majapahit yang berjaya pada tahun 1293 sampai tahun 1527 pernah juga datang ke Timor dan menaklukkan kerajaan Kupang sekitar abad ke 14 (sebelum tahun 1365). Penulis J.Francis menulis bahwa saat itu sudah ada Kerajaan-kerajaan kecil di Pulau Timor, tetapi yang paling menonjol adalah Kerajaan Kupang (diperkirakan dikuasai oleh Raja Helong saat itu), dan didalam tuturan Empu Prapanca dalam Kitab Negarakertagama tahun 1365 dikatakan bahwa Kerajaan Majapahit datang dan menaklukkan Kerajaan Timor ( yang dimaksudkan adalah Kerajaan Kupang yang berada diteluk Kupang), J.Francis mengatakan bahwa Kerajaan Kupang berada disekitar Benteng Concordia tahun 14 Juni 1613 ( daerah Benteng di Nunhila sekarang). Dalam buku berjudul “Penataan Nusa Tenggara Pada Masa Kolonial 1915-1950” karya I Ketut Ardhana, terbit Tahun 2005 menulis bahwa  Pulau Timor pada masa lampau dibagi ke dalam 4 bagian yakni Luka (Likusaen), Wewiku-Wehali, Sonbay dan Kupang. Dari antara nama-nama itu, nama kerajaan Kupang merupakan paling terkenal.

Dinasti Nisnoni di Kerajaan Kupang

Dinasti Nisnoni mulai berkuasa di Kerajaan Kupang pada tahun 1776 membawahi Sonbai Kecil, sebelumnya Kerajaan Kupang dikuasaai oleh Raja Helong. Pada 1657 penguasa Sonbai ditawan oleh Portugal, dan pada bulan September 1658 sebahagian yang cukup besar dari Keluarga Sonbai melarikan diri ke Kupang di bawah kepemimpinan Bupati eksekutif dari keluarga Oematan, Ama Tomananu.
Ini adalah awal dari perpecahan menjadi dua, Sonbai Kecil dan Sonbai Besar. pada tahun 1659-tahun 1955 berawal dari Raja Ama Tuan II dari keturunan Sonba’i Besar sampai dengan Raja Don Alfonsus Nisnoni keturunan Sonba’i Kecil sudah ada kurang lebih 20 raja yang memerintah di Kerajaan Kupang (Ref. Sultan Indonesia WordPress.com)

Raja Kupang Don Alfonsus Nisnoni

Don Alfonsus Nisnoni atau biasa dipanggil Alfons Nisnoni, kelahiran Baun 28 Januari 1907 dari Ayah Nicolaas Isue Nisnoni dan ibu Esther Koroh, beliau merupakan Raja Kupang terakhir yang beristrikan Bertje Adelaide Amalo-Djawa yang dikaruniai 6 (enam) orang Putra/Putri .Jenjang Pendidikan yang pernah dilalui oleh Alfonsus Nisnoni adalah Europeesche Lagere School di Kupang (1914-1922), Openbare MULO Afdelling Der Algemene di batavia (1923-1926), dan Opleideng School Vor Inlandeshe Ambtenar (OSVIA) di Makassar (1926-1928). Alfons Nisnoni setelah sekolah, bekerja sebaai Bestuur Assistent Onderafdeling Kupang dari tahun 1928-1930, kemudian diangkat menjadi Bestuur Assistent di TTS (1930-1931) , dilanjutkan dengan jabatan yang sama di kerajaan Fatuleu (1931-1941), pada periode yang sama beliau diangkat sebagai Wakil Raja Kerajaan Fatuleu sekaligus sebagai Pembantu Raja Kupang dari tahun 1941-1945.

Keluarga Alfonsus Nisnoni

Pada tahun 1945 Alfonsus Nisnoni diangkat menjadi Raja Kupang menggantikan ayahnya Nicolaas Isue Nisnoni, sedangkan adiknya Hans Nisnoni diangkat menjadi Pembantu/Wakil Raja di Fatuleu. Pada bulan Maret 1946 , I.H.Doko bersama-sama dengan H.A.Koroh, Tom Pello, D.Bessie, Chr. Ndaumanu serta J.A.Sereh mendirikan partai politik yakni Partai Demokrasi Indonesia-Timor (PDI-T) di Kupang , untuk Ketua PDI-T cabang Kupang dipimpin oleh Alfonsus Nisnoni (yang nota bene adalah Raja Kupang) serta wakilnya Titus Uly seorang guru saat itu (Reff. Buku “I.H.Doko Pahlawan Nasional berjuang hingga akhir” hal. 40-42).

PDI-T berhasil mempersatukan Pandangan para raja2 di Timor maupun tokoh2 Pemuka Masyarakatnya untuk bersatu menentang Penjajahan Belanda di Timor , PDI-T sempat sebagai Inisiator Apel Raksasa di lapangan Airnona (29 April 1945 ), dengan pelaksananya adalah Ketua Umum PDI-T yakni I.H. Doko dan Ketua Dewan Raja-Raja Timor Hendrik A. Koroh, PDI-T Kupang yang bertugas menggalang massa untuk hadir pada Apel Akbar tersebut yang diperkirakan massa yang hadir pada waktu itu kurang lebih 3000an orang, dimana ribuan massa tersebut turut menyaksikan Penaikkan Sang Saka Merah Putih untuk yang pertama kalinya dengan pengerek bendera adalah Wakil Ketua PDI-T Kupang Titus Uly.

Kemudian pada tanggal 29 Oktober 1949, I.H.Doko sebagai Menteri Penerangan melantik Dewan Raja-Raja di Timor untuk mengambil alih Kekuasaan Belanda atas Residence Timor setelah ada Pengakuan atas Pemerintah Republik Indonesia pada Konperensi Meja Bundar di Den Haag-Belanda tahun 1949, Alfonsus Nisnoni diangkat sebagai “Wakil Ketua Dewan Raja-Raja di Timor” (Reff. Buku “I.H.Doko Pahlawan Nasional berjuang hingga akhir” hal. 150-157).

Ketika menyambut Presiden Soekarno di Penfui tahun 1950

Dalam dua kali Kunjungan Presiden Soekarno ke NTT ( tahun 1950 dan tahun 1953 ) maupun sekali kunjungan Wapres M.Hatta (1951) ke Kupang didengungkanlah “ajakan bergabung/bersatunya NTT kedalam Negara Kesatuan Republk Indonesia ” dan atas Jasa Dewan Raja-Raja Timor serta E.R.Herewila selaku Ketua DPRD dan segenap Anggota Dewan (melalui Resolusi Timor), maka Residen Timor menyatakan bergabung dengan Negara Republik Indonesia ( Reff Tulisan Peter Apollonius Rohi Kisah Bergabungnya Kerajaan Timor kedalam RI ).

Dari beberapa catatan, Alfonsus Nisnoni pernah menjadi Anggota Senat NIT (1948-1949) dan pada tahun 1950 dia pun pernah diangkat oleh Mendagri Mr. Ishak menjadi Kepala Daerah Swapraja Kupang selama 6 tahun kemudian beliau mengundurkan diri, walau Mendagri memutuskan beliau untuk “cuti panjang diluar tanggungan negara”. Jabatan lainnya yang pernah beliau sandang yakni sebagai Presdir. PT.ICAFF Kupang, sebagai Penasihat dan Dewan Rektor di Universitas Nusa Cendana (Undana) dan APDN Kupang , beliau juga adalah salah satu pendiri GMIT.

Dibawah Kibaran Bendera Merah Putih tanggal 29 April 1945 di Lapangan Airnona-Kupang

Refferensi : Buku Ensiklopedia NTT dan buku ” I.H.Doko Pahlawan Nasional Berjuang Hingga Akhir ”

Foto : Dari Keluarga Nisnoni

NNU

“Mengenal Tokoh Veteran Perang asal NTT penyandang Bintang Gerilya”

MARTHINUS AURELIUS AMOS PAH.

M.A.Amos Pah

Marthinus Aurelius Amos Pah dilahirkan pada tanggal 24 September 1923, dari keluarga Kristen Protestan yang berasal dari Pulau Sabu-NTT. Thinus terlahir dari pasangan, ayah Amos Pah dan ibu Lodya Radja Kana, dia merupakan putra bungsu dari 5 (lima) bersaudara.

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN UMUM DAN MILITER

Pendidikan pertama dimulai pada tahun 1933 ketika ia memasuki HIS-Christelijk di Kupang dan menyelesaikan pelajarannya pada tahun 1938. Dari HIS MA Amos Pah melanjutkan pendidikan ke Ambacht School (Sekolah Teknik jaman Belanda) di Yogyakarta dan lulus tahun 1943 . Pada Tahun 1951 mengikuti Pendidikan Infantri di Tegalega dibawah Nederlands Missie Militer (NMM). Tahun 1953/1954 mengikuti Pendidikan Akademi Staf Kempen di Jakarta. Tahun 1957 mengikuti Pendidikan Perwira Teritorial di Cimahi. Tahun 1957/1958 mengikuti Pendidikan Perwira Lanjutan di Bandung. Pada tahun 1966- I968 mengikuti kuliah di Fakultas Hukum Berdikari.

Karier di bidang Militer dan Riwayat Pekerjaan.

Di Bulan Februari tahun 1942, ketika dimulainya masa pendudukan Jepang di Indonesia, tentara Jepang langsung menunjukkan kebrutalan dan kebengisannya yang tidak manusiawi terhadap rakyat Indonesia, Amos Pah muda menyaksikan langsung bahkan sempat merasakan sendiri kebrutalan tentara Jepang, hal ini yang menyebabkan Amos Pah sangat membenci penjajah Jepang. Untuk itu Amos Pah melupakan semua cita-citanya untuk menuntut ilmu di Jawa dan dia bertekad untuk turut berjuang pikul senjata berperang melawan Penjajah saat itu. maka diapun turut bersama-sama pemuda-pemuda Timor lainnya bergabung dengan organisasi gerilyawan ex. Tentara KNIL-Belanda yang berasal dari Timor, Ambon dan Manado serta dari Jawa yang dikenal dengan gerakan organisasi perjuangan ” V-aksi “, tentara ex. Tentara KNIL Belanda asal orang Indonesia banyak yang melakukan desersi dan bergabung dengan para pejuang lainnya, mereka ketika melarikan diri dari kesatuannya juga membawa serta senjata, amunisi peninggalan Belanda yang mereka pergunakan dalam perjuangan. Amos Pah bersama-sama dengan teman-temannya Willem Ballo,Habel Bunga Radji, Lopong, Nalle, Koroh, Henuhili (ayah dari Letjen TNI Julius Henuhili), Markus, Titus Tallo, Moihia dan Soleman Seik bergabung dalam gerakan perjuangan V-aksi untuk berjuang demi Kemerdekaan Negara ini.

Karier beliau ditahun 1943-1945 dilanjutkan dengan bekerja pada Soerabaya Kikai Seisaku SHO (Ini adalah Pabrik Pembuatan Mesin Kapal “Braat”) yang berlokasi di Ngagel-Surabaya. Amos Pah muda mulai meniti karier pekerjaan di Pabrik Pembuatan Mesin Kapal ini pada tanggal 11 April 1943, bersama-sama dengan seorang temannya yang bernama Soleman Seik. Di tempat bekerjanya ini Amos Pah menyaksikan sendiri bagaimana kekejaman seorrang Werkboos (pengawas tenaga kerja) bernama Hisiki (orang Jepang) menganiaya karyawan pabrik orang Indonesia hingga babak belur, bahkan ada yang sampai meninggal dunia, akhirnya para tenaga kerja asal Indonesia mengeroyok Werkboos (Hisiki) tersebut hingga tewas dan jenazahnya ditenggelamkan ke Kali Mas Surabaya. Mereka, tenaga kerja orang Indonesia tersebut (termasuk Amos Pah) akhirnya ditangkap oleh Tentara Jepang (Ken Pen Tai) dan disiksa di penjara. Namun nasib mereka masih baik, melalui jaminan Direktur Ambachtschool Probolinggo Mr. Suparjo, maka mereka semua dibebaskan.

Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Tentara Sekutu, tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno dan Hatta atas nama seluruh rakyat Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan Republik Indonesia di Jakarta. Pada tanggal 23 Agustus 1945 terbentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR), BKR adalah cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pada tanggal 12 September 1945 Amos Pah bergabung dengan BKR di Surabaya atau tepatnya dia langsung dipercayakan serta ditunjuk sebagai Kepala Pasukan Badan Keamanan Rakyat atau BKR-Ngagel-Surabaya (dibawah Komandan BKR Surabaya saat itu adalah Soengkono, Salah satu Pejuang 45 asal Surabaya, terakhir pangkat Mayor Jenderal TNI).

Amos Pah menceritakan pula bahwa bersama-sama dengan dia berjuang di Jawa Timur cukup banyak pemuda-pemuda asal NTT dan Ambon yang angkat senjata bahu membahu melawan tentara Belanda saat itu, mereka tergabung dalam laskar PRI-Soerabaja ( Pemoeda Repoeblik Indonesia-Soerabaja).

PRI adalah Perhimpunan dari berbagai organisasi Pemuda dari belbagai suku bangsa yang paling banyak anggotanya di Surabaya saat itu. PRI Surabaya dengan komandannya saat itu adalah Soemarsono, sedangkan Bung Tomo yang terkenal itu adalah Ketua Bidang komunikasi PRI. Turut bergabung didalam organisasi Pemoeda Repoeblik Indonesia (PRI)-Surabaya tersebut adalah Pemuda Toelle dan Saphya (Saphya ini adalah mantan Marine Belanda di Kapal ” Zeven Provincien “, teman seperjuangan dari Marthen Paradja almarhum) dll, sedangkan kalau Pemuda asal Sulawesi Utara, mereka tergabung dalam Kebaktian Rakyat Sulawesi (KRIS).

Disamping PRI juga ada Laskar PPRI-Soerabaja (Pemoeda Poetri Repoeblik Indonesia-Soerabaja), organisasi ini juga adalah organisasi Laskar Wanita Kemiliteran yang mendapat pelatihan militer dari tentara Jepang. Kegiatan PPRI adalah mempersiapkan tenaga wanita untuk membantu tentara Indonesia mempertahankan Kemerdekaan, dimana dalam organisasi ini tergabung 3 srikandi asal Rote-NTT yakni Elizabeth Sjioen sebagai Ketua PRRI-Soerabaja Oetara, Francisca Fanggidae sebagai Wakil Ketua PRRI-Soerabaja Oetara serta Toni Sjioen sebagai Anggotanya.

Para Pejuang 10 November 1945

Keterlibatan Amos Pah dengan pasukan BKR-Ngagel Surabaya ini menyebabkan dia ikut terlibat dalam Pertempuran 10 Nopember 1945 yang terkenal itu. Pertempuran 10 November 1945 merupakan pertempuran pertama dan terdahsyat setelah Indonesia memproklamirkan diri merdeka pada 17 Agustus 1945, dimana dalam pertempuran besar ini tentara Indonesia berhadapan dengan tentara sekutu (Inggris dan Belanda) yang tergabung dalam tentara NICA. Brigadir Jenderal Mallaby pimpinan pasukan Brigade Infanteri India ke-49 (tentara Gurkha) berhasil ditewaskan dalam suatu pertempuran di Jembatan Merah, hal ini yang menyebabkan Inggris sangat murka, kemudian Inggris memerintahkan pasukan Indonesia untuk menyerah tanpa syarat pada tanggal 9 November 1945, namun tentara Indonesia dalam hal ini BKR yang didukung oleh TKR, dan masyarakat Surabaya menolak keras permintaan Inggris tersebut, sehingga keesokkan harinya terjadi pertempuran hebat antara Pasukan BKR, TKR, Polisi Istimewa (Brimob), PRI/PPRI, Tentara Pelajar Jawa Timur, TKR Laut beserta Tentara Rakyat Semesta-Jawa Timur melawan Tentara Inggris dan NICA yang bersenjatakan persenjataan modern (saat itu) ditambah dukungan Pesawat Tempur/pembom standard pasukan Sekutu, sedangkan Tentara Indonesia hanya bersenjatakan senjata hasil rampasan yang sederhana namun didukung oleh Semangat Juang yang tinggi untuk mempertahankan kota Surabaya.

Tank Inggris menggempur kantong-kantong Pejuang Indonesia di Surabaya

Inilah yang menyebabkan terjadinya Pertempuran yang sengit dan mematikan, yang puncaknya terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Surabaya. Pertempuran di Surabaya memakan waktu 1 bulan. Amos Pah menuturkan (kepada bung Jack Adam) bagaimana dia dengan anak buahnya (34 orang anggota BKR) pada tanggal 16 Nopember 1945 turut mengalami pertempuran sengit secara seporadis melawan tentara Inggris yang didukung oleh Nica Belanda di Surabaya yakni disekitar Pasar Turi dan Stasiun Kereta Api, dalam pertempuran tersebut 8 anggota BKR anak buahnya tewas. Kemudian pada tanggal 18 November 1945 kembali Amos pah beserta 62 orang anggota BKR anak buahnya melancarkan serangan terhadap tentara Inggris dan Nica di Viaduct dan Ex.Kantor Gubernur lama, dimana 21 orang anak buahnya gugur dalam pertempuran itu.

Surabaya akhirnya diduduki oleh Inggris dengan bantuan tentara NICA. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak, antara lain tidak kurang dari 10-15 ribu tentara BKR,TKR, tentara Indonesia lainnya serta dari laskar masyarakat umum Surabaya tewas, sedangkan dipihak tentara Inggris dan NICA diperkirakan 1500 tentara tewas. Karena ini merupakan Pertempuran Besar dalam mempertahankan negara kesatuan RI maka tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.

Kemudian setelah itu ditahun 1946-1948, Amos Pah diangkat menjadi Komandan Kompie III pada Batalion Paraja-Brigif 16-Resimen II Divisi VI-Surabaya, Komandan Brigif-nya yakni Letkol A.G. Lembong dengan wakilnya adalah Vence Sumual, ketika Letkol A.G. Lembong ditahan Belanda maka status Komandan Brigif diambil alih oleh Letkol. Vence Sumual.

Pertempuran 10 November 1945 (foto dari Tribun Wiki)

Pada Tahun 1948-1949, Letnan Muda Amos Pah diangkat sebagai Kepala Seksi III pada Batalion Paraja-Brigif 16- Divisi Diponegoro di Yogyakarta_Jawa Tengah, bersama-sama dengan Herman Johannes, Jos Kodiowa, Daud Kellah, Is Tibuludji, Benjamin PandiE, Eltari, Frans Seda, Laurens Say, Paulus Wangge, Silvester Fernandes, Dion Lamury, Herman Fernandez dibawah pimpinan I.R.Lobo (berada dibawah Komando I Gusti Ngurah Rai), di era inilah Batalion Paradja sebagai bahagian dari Divisi Diponegoro dibawah pimpinan Panglima Divisi Bambang Soegeng ikut serta dalam Pendudukan Yogyakarta selama 6 (enam) jam dimana sebagai Komandan Operasi saat itu adalah Letnan Kolonel Soeharto (dikenal dengan Operasi Serangan Oemoem 1 Maret 1949).

Pada tanggal 19 Desember 1948, Brigade Infantri XVI diterjunkan dari udara diatas Lapangan Udara Maguwo-Yogyakarta (sekarang namanya Bandara Adi Sucipto), mereka langsung bertempur melawan tentara Belanda dan pada tanggal 1 Maret 1949 para tentara dan pejuang dapat merebut Ibu Kota RI-Yogyakarta selama 6 jam, namun kemudian Belanda mendapat bantuan tentara dari Batavia dan Surabaya, sehingga akhirnya Brigif XVI dan lainnya (termasuk Kompi yang berasal dari Batalion Paradja) terdesak mundur keluar kota Yogyakarta, tetapi pertempuran ini dapat menunjukkan dunia bahwa Indonesia tetap melakukan perlawanan terhadap Agresi Militer Belanda sehingga akhirnya pada Desember 1949 Belanda didesak PBB untuk berunding dengan Pemerintah Republik Indonesia maka terjadilah “Pengakuan” Pemerintah Belanda terhadap Kemerdekaan Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Selain itu M.A. Amos Pah juga ikut diterjunkan dalam peperangan melawan pendudukan Jepang hingga Agresi Belanda I dan II serta Penumpasan Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948 (dikenal dengan Madiun Affair), Penumpasan Pemberontakan DI/TII Kahar Muzakar tahun 1950-1965 di Sulawesi Selatan, dan Penumpasan Pemberontakan RMS pada tahun 1950 di Maluku Selatan (waktu itu dibawah Komando Kolonel Inf. Alexander Evert Kawilarang)

Ilustrasi Perang 6 Jam menduduki Yogyakarta(foto dari Fornews,co)

Setelah itu pada tahun 1950 — 1951. M.A. Amos Pah diangkat dan ditunjuk sebagai Kepala Sekretariat Oemoem Komando Groep Seberang di Yogyakarta. Pada tahun 1951-1953 Beliau ditunjuk sebagai Kepala Biro I -PMT -Territorial VII di Makassar, kemudian di tahun 1954-1956 Letnan Dua Amos Pah diangkat menjadi Wakil Perwira Penerangan Territorial VII di Makassar, dan pada tahun 1956-1960 Amos Pah diangkat menjadi Perwira Komando Distrik Militer 266 di Sumba. Tahun 1961-1962 Beliau diangkat sebagai Formatur Kodim Flores Timur dengan membubarkan Komando TAAMELA-MELA di Larantuka. Tahun 1962, beliau bertugas di Belu dan TTU sebagai Kepala Seksi III Komando Resort Militer 161/ Wirasakti di Kupang. Tahun 1963/1964 M.A Amos Pah menjabat sebagai Formatur Belu-TTU di Atambua.Tahun 1964-1966, M.A.Amos Pah menjabat Kasie III Korem.161/Wirasakti di Kupang. Tahun 1967-1968 Amos Pah diangkat sebagai Komandan Distrik Militer Belu dan TTU. Tahun 1968-1978 Amos Pah diangkat sebagai Kepala Markas Wilayah Pertahanan Sipil XX-Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Riwayat Pengalaman Organisasi Sosial dan Politik.

Pada tahun 1962 M.A. Amos Pah menjabat Ketua Koperasi Primer Korem. 161 di Kupang. Tahun 1970 – 1980 scbagai ketua Dewan Pimpinan Daerah Musyawarah Keluarga Gotong Royong (MKGR) Propinsi NTT di Kupang. Tahun 1968 – 1979 sebagai anggota Dewan Pembina Golongan Karya Propinsi NTT. Sejak tahun 1982 M.A. Amos Pah menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah Pepabri Propinsi NTT, Ketua LVRI-NTT dan ketua Dewan Harian Angkatan 1945 Propinsi NTT / 1 981 – sampai akhir hayatnya). Sebagai ketua Markas Pertahanan Sipil M.A. Amos Pah banyak bergerak dalam kegiatan Hansip.

Keluarga

Istri : Menikah dengan Emma Maria Tallo dan dikaruniai 4 (empat) anak masing-masing : 1. Yohana Amos Pah (almh), 2. Elizabeth Amos Pah (almh), 3. Ferdinand Amos Pah, 4. Emil Libertus Amos Pah.

Ny. Emma Amos Pah-Tallo meninggal dunia pada 12 November 1955 di Makassar.

Istri : Menikah dengan Rebecca Kudji Kana di Waingapu-Sumba Timur dan dikaruniai 8 (delapan) orang anak masing-masing : 1. Lodia D. Amos Pah (almh), 2. Julriani K. Amos Pah, 3. John Carlos Amos Pah, 4. Maria T.Amos Pah, 5. Marchie Amos Pah, 6. Meity E. Amos Pah, 7. Septiati D. Amos Pah, 8. Stevanus H. Amos Pah.

Ny. Rebecca Amos Pah-Kudji Kana meninggal dunia di Kupang pada tanggal 3 Mei 2011

Bapak Marthinus Aurelius Amos Pah meninggal dunia di Kupang pada tanggal 2 Juni 2003.

Bintang dan Tanda Jasa

  1. G.O.M I
  2. G.O.M. II
  3. BINTANG GERILYA.
  4. BINTANG SEWINDU ANGKATAN PERANG RI
  5. G.O.M IV.
  6. MADIUN AFFAIR.
  7. G.O.M. SULAWESI SELATAN.
  8. G.O.M RMS.
  9. P E N E G A K
  10. SATYA LENCANA 24 TAHUN.
  11. BINTANG KARTIKA EKA PAKSI KLAS III
M.A. Amos Pah

Sumber Data :

  1. Tulisan Pemegang ” Bintang Gerilya ” oleh Jack Adam dan Mell Adoe

2. Daftar Riwayat Hidup Marthinus Aureulius Amos Pah,

3. Buku Sejarah sosial di NTT

4. Catatan Peter A.Rohi .

Foto berasal dari Keluarga Amos Pah

NNU

“Tragedi Lusitania Expresso 1992”

Kisah kapal Ferry Portugal yang hendak terobos perairan Indonesia ke Dili untuk kepentingan Politik Pasca Tragedi Santa Cruz.

Kapal ferry Lusitania Expresso (foto dari kabarpenumpang.com)

Tragedi Santa Cruz di Dili pada 12 Nopember 1991 mengundang perhatian dan keprihatinan yang luas terutama dari negara-negara Eropa dan Amerika.

Tragedi Santa Cruz 12 November 1991

Dan dari situlah konstelasi politik dunia terhadap Indonesia khususnya Propinsi Timor-Timur berubah, hanya dalam beberapa tahun saja Indonesia cukup kerepotan menghadapi Politik luar negeri yang dimainkan seorang “Ramos Horta” dengan mengangkat Tragedi Santa Cruz sebagai topik politik luar negerinya untuk menyudutkan Pemerintah Indonesia. Indonesia sendiri secara Internal melakukan penyelidikan-pengusutan kedalam untuk dapat menjawab pertanyaan dunia Internasional. Sehingga beberapa Perwira mendapat tindakan internal sebagai pertanggung Jawaban terhadap kejadian kasus Santa Cruz. Bahkan dalam waktu 8 tahun saja Indonesia “dipaksa” melakukan Jajak Pendapat di Timor-Timur untuk menentukan masa depan daerah itu, dan hasilnya adalah Propinsi ke-27 Timor-Timur “lepas” dari Kesatuan Negara RI dan mereka berdaulat sebagai sebuah negara yang merdeka seperti sekarang ini dengan nama negara Timor Leste.

Para Demonstran yang menjadi calon penumpang kapal Lusiana Expresso

Perjuangan seorang Ramos Horta sebagai Diplomat Luar Negeri Fretilin sesaat setelah terjadinya Kasus Tragedi Santa Crus semakin kuat dan mulai berbuah hasil, dia melakukan manuver-manuver Politik ke negara-negara Eropa, terutama bersama-sama dengan negara ex. penjajah Timor Timur yakni Portugal guna mempengaruhi dan mendapat dukungan dari negara-negara NATO bahkan PBB untuk melakukan tekanan-tekanan politik terhadap Indonesia agar mau melakukan Jajak Pendapat di Timor-Timur. Dari sinilah kemudian direncanakan agar dilakukan kegiatan sosial berupa kegiatan tabur bunga dan demonstrasi di Dili dalam rangka peringatan setahun terjadinya Tragedi Santa Crus, maka diundanglah para Wartawan dan Penggiat Lembaga-Lembaga yang bergerak dibidang HAM untuk mengikuti kegiatan ini sebagai peserta Demo yang rencananya akan dilakukan dikota Dili, ibukota Propinsi Timor Timur.

Para wartawan penumpang kapal Lusiana Expresso tengah mewawancara

Tercatat 73 aktifis LSM Luar negeri (dari 21 negara) serta 59 Wartawan, bahkan ada seorang mantan Presiden Portugal termasuk yang akan mengikuti kegiatan Tabur Bunga dan Demonstrasi di Kota Dili dalam rangka memperingati tragedi Santa Cruz dan mereka akan diangkut oleh Kapal Ferry “Lusitania Expresso” milik Portugal menuju Dili-Indonesia.

Kapal Lusitania Expresso dalam pengawalan Kapal terbang pengintai TNI-AL (foto dari Indomaritim.id)

Pada tanggal 23 Januari 1992 dimulailah perjalanan dari Pelabuhan Vasco da Gama Portugal ke Darwin Australia dan tiba di Darwin pada tanggal 8 Maret 1992. Kemudian pada tanggal 9 Maret 1992 berangkat dari Darwin menuju ke Dili Timor-Timur. Ini merupakan perjalanan yang panjang dan penuh resiko, kapal Lusitania Expresso di komandani oleh Captain Santos. Dalam perjalanan dari Darwin menuju Dili Timor-Timur itulah terjadi insiden dengan Kapal Perang Angkatan Laut Indonesia karena Lusitania Expresso tidak memiliki Ijin memasuki Perairan Indonesia, mereka “dihadang” oleh Dua Kapal Perang indonesia yakni Fregat KRI Yos Soedarso-353 dan Korvet KRI Ki Hajar Dewantara-364 diperbatasan lautan 200 mile ZEE milik Indonesia.

Ketegangan luar biasa yang terjadi didalam kapal berbendera Portugal Lusitania Expresso, sebuah kapal Ferry jenis Roro dengan ukuran 72 meter x 13 meter yang waktu itu sudah mulai memasuki zona laut Indonesia dan sedang dicegat dan dikawal ketat oleh dua kapal perang Indonesia yang bertepatan dengan adanya Operasi Aru Jaya. Memang kehadiran kapal Lusitania ini sudah direncanakan jauh hari dan mereka sudah bertekad untuk tetap memasuki Dili dengan atau tanpa Ijin dari Pemerintah Indonesia, mereka akan menerobos masuk dengan segala resiko apapun yang akan terjadi.

Lusitania Expresso dalam perjalanan menuju Timor Timur

Tidak kurang Pemerintah Indonesiapun dibuat kepala pening ketika mengetahui rencana kedatangan Kapal Lusitania Expresso ke Dili, segala persiapan baik didarat maupun dilaut sudah dibuat dan ada 2 (dua) Plan yakni Plan A dan Plan B :

  1. Plan A yakni Mencegah dan Menghambat sekaligus mengusir Kapal Lusitania kembali ke Darwin dan tugas ini diserahkan kepada Angkatan Laut RI.
  2. Plan B apabila mereka berhasil Lolos sampai keperairan Dili, maka akan diarahkan ke Pulau Atauro (pulau disebelah utara kota Dili) untuk dikonsentrasikan disana dan tidak diperbolehkan masuk Dili lalu dikirim pulang, ataupun kalau sampai masuk ke Dili maka hal ini akan menjadi tanggung jawab Polri yang didukung oleh TNI.

Seluruh anggota Kompi Brimob di Timor-Timur (Dankie saat itu adalah Lettu Pol. Rudolf Rodja) dengan di back-up oleh Kompi Brimob dari NTT melakukan latihan Anti Huru-Hara dipimpin langsung oleh Dansat Brimob Bali-Nusra yakni Mayor (Pol) Drs. Jacki Uly, latihan operasi ini dilakukan dipantai Dili. Operasi ini dinamakan ” SATANNETIK “ dimana Brimob diberi tanggung jawab pada lini depan berhadapan langsung dengan penumpang kapal Lusitania apabila mereka sampai lolos masuk dipantai Dili, disamping itu dalam skenario lainnya Pasukan Brimob juga direncanakan akan diterjunkan dari Helikopter untuk merebut kemudi Kapal dan membawa kapal Lusiana Expresso kembali ke Perairan Internasional.

Kapal Lusitania expresso dalam penghadangan Kapal Perang Indonesia ( foto dari indomaritim.id)

Polri menjadi Penanggung jawab di darat mengingat bahwa kejadian Santa Crus masih hangat dari penglihatan dunia Internasional, hal ini menjadi beban berat bagi Polri sebagai Penanggung Jawab Kamtibmas dalam Negeri, kapal Lusitania yang akan datang tersebut membawa orang-orang sipil dan kapal Lusitania sendiri adalah Kapal Angkutan Orang bukan kapal Perang sehingga mereka harus diperlakukan sebagai masyarakat Sipil dan harus ditangani oleh pihak Polri dengan langkah-langkah penanganan melalui Protap Kepolisian yang berlaku secara Internasional (tetapi tetap mendapat dukungan dari TNI digaris belakang).

Brigjen. Theo Syafei Pangkolakops Timor Timur (Foto dari Kompas)

Tidak main-main sebab Seluruh Pelaksanaan Operasi Pencegahan masuknya kapal Lusitania Expresso ada dalam tanggung jawab Pangkolaops Timor Timur Brigadir Jenderal Theo Syafei melalui Satuan Tugas Khusus (Satgassus yang dipimpin oleh Kolonel Pelaut Widodo AS, beliau kemudian nantinya menjadi Panglima TNI) yang membawahi 4 matra angkatan yang bertugas disana. Enam Kapolres di Timor-Timur yang memiliki wilayah perbatasan dengan laut diperintahkan untuk bersiaga dan melakukan Latihan anti Huru Hara dan penjagaan wilayah pantainya didukung oleh para Dandim setempat guna menghadapi segala kemungkinan yang bisa terjadi dengan kedatangan kapal Lusiana ini. Semua pintu masuk dari laut telah disiaga-jagakan dengan akurat serta penuh perhitungan yang matang, bahkan kalau sampai masukpun di Dili maka langkah-langkah penanganannyapun sudah dipersiapkan.

Korvet TNI-AL Ki Hajar Dewantara

Kembali kepada pelaksanaan Plan A, Kapal Lusitania Expresso yang berangkat dari Darwin menuju Dili telah ditunggu oleh dua kapal Perang TNI-AL masing-masing KRI Yos Soedarso dan KRI Ki Hajar Dewantara. Ketika Kapal Lusitania Expresso memasuki Perairan Zona Economy Exclusive (ZEE) Indonesia langsung mendapat penghadangan dari kedua kapal Perang Indonesia. Keteganganpun terjadi karena Kapal Lusitania Expresso tetap memaksakan kehendak untuk menerobos perairan Indonesia. Pimpinan Operasi pada Kapal Yos Soedarso Kolonel Haryono langsung memerintahkan untuk dilakukan pencegatan serta diberi warning melalui Kapten Laut Marsetio ( Kepala Departemen Operasi KRI Yos Soedarso ) “untuk tidak memasuki wilayah laut indonesia tanpa ijin serta segera memutar haluan kembali ke Perairan Internasional, peringatan ini diberikan sebanyak 3 (tiga) kali” serta disusul dengan gerakan kedua kapal Perang RI tersebut melakukan manuver dengan “menjepit” Kapal Lusitania membuat kapten kapal Lusitania Expresso Luis Santos pun cukup “keder” , karena tampaknya pihak Angkatan Laut Indonesia tidak main-main dengan ancamannya tersebut, akhirnya dengan alasan mesin kapalnya rusak dan mati mesin, mereka berkesempatan untuk melakukan tabur bunga di perbatasan Perairan Internasional dengan ZEE Indonesia dan setelah itu kapal Lusitania Expresso “memutar balik” haluannya dan berlayar kembali ke pelabuhan Darwin Australia dengan pengawalan ketat dari Kapal Perang Indonesia (11 Maret 1992)

KRI Yos Soedarso fregat TNI-AL

Upaya untuk “mempermalukan” Indonesia dapat dihadapi dengan elegan oleh ABRI saat itu, Indonesia berhasil menyelamatkan Kehormatan Wilayah Teritorial Negara Indonesia tanpa kekerasan tetapi dengan Damai dan Terhormat, Penyelesaian Insiden ini disaksikan seluruh dunia, karena diliput dan dilaporkan secara langsung oleh Para wartawan Internasional yang berada di dalam kapal Lusitania Expresso. Di darat para pasukan Brimob dibawah komando Jacki Uly pun dapat bernafas lega karena tidak perlu lagi “berhadapan” dengan penumpang kapal Lusitania yang tentunya terhindar dari kontak fisik dengan para pendemo internasional tersebut. Setelah operasi Satannetik tersebut, Jacki kembali ke Mako Satuan Brimob Bali Nusra di denpasar dan dia mendapat kenaikan pangkat Letnan Kolonel (Pol).

Jacki Uly ( foto dari keluarga)

Sumber Data : Buku “Polisi di Wilayah Konflik (penulis Jacki Uly dan editor Peter A. Rohi ), dan dari sumber google Indomaritim.id.

NNU

Ganasnya Cyclone “Seroja”

Kota Kupang terhempas didera badai Seroja selama kurang lebih 8 jam

Pra badai Seroja

Sebelum terjadinya badai besar “Seroja”, kota kupang didahului oleh datang hujan yang lebat sejak pagi hari tanggal 3 April 2021 ( hari Sabtu) berlanjut sampai tanggal 4 April 2021 ( hari Minggu), hujan lebat non stop yang melanda kota kupang dari pagi sampai dengan tengah malam, hal ini menyebabkan kota Kupang tergenang air, kondisi ini dimungkinkan karena lahan yang ada sudah tidak dapat menyerap besarnya air hujan yang turun dikarenakan kota Kupang yang berpenduduk hampir 500 ribu orang menggunakan banyak lahan, terutama ruang-ruang yang dipersiapkan untuk daerah penyerapan air/ruang terbuka hijau ( terutama wilayah selatan Kota Kupang) sudah menjadi kawasan terbangun oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan rumah tinggalnya.

Banjir didepan RSB Titus Uly-Oetete Kupang

Sehingga ditanggal 3-4 April, kota Kupang dikurung banjir, penyebab banjir lainnya adalah karena drainase-drainase yang ada di Kota Kupang sudah tidak mampu lagi menampung volume air yang besar, ditambah kali-kali dikota kupang banyak yang menyempit yang diakibatkan oleh pembangunan rumah di daerah tangkapan air (Catchment Area) sehingga ketika air datang dengan volume yang besar (Q>), maka kali-kali tersebut tidak dapat lagi menampung dan akhirnya menggenangi kawasan Permukiman yang berada disekitarnya. Sebutnya saja diwilayah kelurahan Sikumana, Oepura, Naikoten I, Naikoten II, Kelurahan Oetete, Kelurahan Merdeka, Fontein semuanya terdampak oleh banjir yang diakibatkan oleh hujan yang non stop sejak pagi hari (subuh) pada tanggal 3 April 2021. Petaka banjir ini menyebabkan banyak masyarakat mengungsi ke Gereja2, Sekolah maupun kantor2 Pemerintah setempat.

Banjir di pemukiman penduduk di Oepura-Kupang

Berikutan dengan banjir tersebut yang menggenangi jalan-jalan utama maupun sekunder ( Jalan-Jalan utama nampak seperti Sungai ) banjir di Jalan juga membawa sampah, sehingga tampak gundukan sampah berserakan dimana-mana. Selain itu diperparah oleh terjadinya bencana longsor dibeberapa tempat, seperti di lokasi sekitar Sungai Liliba, Kali Kaca-Fontein serta dibeberapa tempat di Belo.

Banjir di Gua Lourdes

Badai Seroja “menyerang”

Ketika dari sore sampai malam (4/4 2021) masyarakat di Kota Kupang disibukkan membersihkan dan mengamankan rumah mereka dari banjir, maupun sampah-sampah yang dibawa banjir akibat hujan yang besar, muncul Badai yang menyertai hujan pada tengah malam (sekitar jam 00.00 wita tanggal 5 April 2021).

Cyclone atau Badai yang terjadi pada saat itu adalah Badai tropis, secara teknis, Badai tropis didefinisikan sebagai sistem tekanan rendah non-frontal yang berskala sinoptik yang tumbuh di atas perairan hangat,.

Mengingat bahwa sistem siklon tropis tersebut masih berada di wilayah tanggungjawab Jakarta TCWC, maka nama siklon tropis diberi nama “SEROJA” sesuai dengan urutan nama siklon tropis dari BMKG secara internasional,” tulis BMKG dalam keterangannya. Pihak BMKG telah memperingatkan masyarakat NTT tentang akan datangnya Badai Tropis “Seroja” sejak tanggal 2 April 2021, tetapi sebahagian besar masyarakat tidak percaya terhadap “kedahsyatan” Badai Seroja ini nantinya, sehingga sebahagian masyarakat tidak mempersiapkan diri menghadapi sang badai ini.

Kerugian Nelayan akibat badai Seroja dipesisir pantai

Sekitar jam 00.00 pada tanggal 5 April 2021, Badai Tropis Seroja mulai mendera kota Kupang disertai hujan lebat, badai datang langsung dengan kecepatan yang tinggi, mengerikan sekali apalagi ditambah dengan hujan besar dan Listrik diputuskan alirannya (Seantero kota Kupang dilanda kegelapan), sehingga lengkaplah bencana yang datang menerpa Kota Kupang ( hanya untung hujan tidak disertai oleh Kilat dan Halilintar saja).

Kawasan Permukiman yang hancur

Badai Seroja ini mendera kota Kupang ini selama kurang-lebih 8 (delapan) jam non-stop, bagaimana anda bisa membayangkan kengeriannya ? Badai (yang kami perkirakan) dimulai dengan kecepatan sekitar 60-70 km/jam kemudian pada sekitar jam 02.00-jam 03.00 meningkat menjadi sekitar 80-90 km/jam, yang terdengar hanya bunyi Hujan dan Deru angin menakutkan yang men-banting banting Seng maupun Kap rumah, serta menggetarkan kaca2 jendela maupun pintu rumah. Di daerah pesisir teluk Kupang, gelombang laut naik menghancurkan bangunan-bangunan rumah Nelayan seperti di Oeba, Lasiana dan Oesapa.

Pusat Bisnis Kota Kupang

Sebahagian besar masyarakat kota Kupang tidak ada yang tidur, mereka tetap ‘melek’ sambil berlindung dirumah masing2 bersama keluarganya berjaga-jaga apa yang akan terjadi dengan bangunan rumah mereka masing-masing. Selama 8 jam masyarakat kota Kupang didera ketakutan dan kengerian yang amat sangat, tidak menurun sedikitpun intensitas maupun kecepatan dari badai tersebut apalagi seluruh wilayah di Kota Kupang Lampu mati , hal ini menyebabkan semua anggota masyarakat menaikkan Doa yang tidak berkeputusan kepada TUHAN yang Maha Kuasa agar mereka diluputkan dari dampak fatal badai tersebut.

Kawasan Pantai, air laut menerjang rumah Nelayan

DiJalan-jalan tidak ada satupun kendaraan yang nampak, karena banyak sekali pohon-pohon, tiang2 listrik, telpon bertumbangan, maupun Seng-seng atap2 rumah yang beterbangan terbongkar dari kapnya, bahkan ada rumah yang terbongkar dengan tembok-temboknya dan juga tidak kurang bangunan yang Kap nya diterbangkan badai Seroja. Kota Kupang luluh lantak, banyak bangunan rumah tinggal yang rusak ringan s/d berat ( yang kami perkirakan berkisar hampir 60% bangunan rumah di kota Kupang rusak), belum terhitung bangunan-bangunan Swasta dan Pemerintah yang rusak,perumahan Nelayan dipesisir pantai Kota Kupang.

Kantor Gubernur NTT terdampak Badai Seroja

Banyaknya perahu-perahu Nelayan yang rusak maupun yang ditenggelamkan oleh Badai, Bagan-bagan nelayan yang hancur, bahkan ada kapal Penumpang (KMP) Jatra I yang tenggelam di Bolok, belum lagi sawah, jembatan, sarana-prasarana Komunikasi maupun Listrik, Fasos serta Fasum rusak bahkan hancur terdampak Badai maha dahsyat tersebut. Dan korban meninggal dunia mencapai 6 (enam) orang .

Kehancuran akibat badai Seroja

Jam 08.00 pagi tanggal 5 April barulah badai tersebut berangsur-angsur mereda karena sudah mulai bergeser ke selatan pulau Timor, menuju ke Pulau Sabu dan Raijua, hal ini juga menyebabkan Pulau Sabu dan Raijua “luluh lantak” akibat keganasan badai Seroja ini.

Gereja yang terdampak Badai Seroja

Pasca Badai Seroja

Sekitar jam 10 pagi tanggal 5 April 2021 barulah masyarakat Kota Kupang berani untuk keluar dari rumah masing-masing guna melihat dampak apa yang terjadi dengan rumah mereka, setelah itu masing-masing mulai melakukan renovasi terhadap rumah tinggalnya terutama memperbaiki Atap yang rusak karena kami takut jangan-jangan hujan masih tetap berlanjut pasca badai.

Toko-toko bahan bangunan pada saat itu banyak yang tidak buka, bahkan juga restaurant dan toko2 yang menjual 9 bahan pokok , BBM menghilang akibat Pom Bensin belum dibuka, ATM Bank tidak beroperasi karena listrik mati, internet mandeg total karena listrik masih padam, pasar2 tradisional maupun modern juga belum beroperasi, Gubernur NTT dan Walikota Kupang menghimbau agar para Pengusaha dapat membuka toko-tokonya, serta tidak menaikkan harga agar masyarakat kota Kupang dapat membeli keperluan hidupnya terutama melakukan rehabilitasi rumah-rumah mereka yang rusak…….. ini merupakan kesusahan pasca badai Seroja.

Masyarakat bekerja sama dgn petugas PLN

Gubernur NTT langsung melakukan perjalanan peninjauan di Lapangan, baik di Kota Kupang, maupun daratan Timor lainnya dengan membawa bantuan seadanya, demikian pula Walikota Kupang dan Jajarannya.

Ditsamapta Polda NTT tengah membantu rumah masyarakat yang terkena banjir

Pihak PLN cabang Kupang, maupun Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota, Dinas Kebersihan Kota, pihak TNI dan Polri yang ada di Kota Kupang sejak Senin 5 April 2021 sudah mulai mendeteksi dan mendata dimana saja lokasi -lokasi yang parah terdampak Badai, dan selanjutnya mereka mulai melakukan kerja keras bahu membahu dengan masyarakat untuk membersihkan kota serta memperbaiki Prasarana maupun Sarana yang rusak sehingga mulai hari itu Kota Kupang secara berangsur-angsur mulai ‘hidup’kembali.

Gub.NTT meninjau daerah terdampak Badai Seroja

Bencana badai dan banjir di kota Kupang sebelum “Seroja”

(Perlu kita ingat kembali) bahwa ditahun 1920 dan ditahun 1969 Kota Kupang ‘pernah’ terkena Badai Bandang tetapi tidak begitu ter-expose, badai tahun 1969 banyak bangunan yang atapnya diterbangkan termasuk antara lain Aspol Lasikode, rumah bpk. Hein Uly, bahkan di Aspol Komdak NTT di jalan Herewila, SD dan SMP St. Yoseph Naikoten, juga Asrama Tentara di Kuanino, tetapi oleh karena pada saat itu Penduduk kota Kupang masih sedikit maka kurang terberitakan, kemudian di-tahun 1997 juga terjadi Badai Bandang melanda Kota Kupang, saat itu banyak rumah2 ditepian Sungai Dendeng ( di kelurahan Fontein maupun Kel. Airmata) serta jembatan Selam “dihanyutkan” oleh air sungai Dendeng, juga Jembatan di Noelbaki dihanyutkan Banjir bandang, juga banyak rumah penduduk rusak kala itu.

Badai menerpa Kupang tahun 1920

Di tahun 2021 badai Seroja terasa sekali dampaknya dan sangat2 menakutkan serta membuat trauma masyarakat kota Kupang karena saat ini Penduduk Kota Kupang telah mencapai lebih dari 500 ribu orang dengan jumlah rumah tinggal mencapai 184 ribu bangunan.

NTT akibat Cyclone Seroja 4-5 April 2021 :

  1. Meninggal Dunia 86 orang ( menurut Suara.com meninggal 124 orang)
  1. Hilang 98 orang
  2. Luka-Luka 146 orang

( Catatan Harian Victory News 7 April 2021 )

Semoga jangan datang lagi Badai-Badai seperti Seroja ini yang melumatkan kota Kupang.

NNU,

“Hendrik Arnold Koroh”

H. A. Koroh

Hendrik Arnold Koroh “Merdeka bersama Republik dan Merdeka sekarang juga”

Hendrik Arnold Koroh (Hendrik), adalah anak dari Wellem Djawa dan ibu Sara Carolina Koroh (Ratu Amarasi ke-XV), Hendrik dilahirkan di Baun Amarasi pada tanggal 9 Mei 1903, dia adalah anak kedua dari dua orang bersaudara kandung, kakaknya Alexander Rasjin Koroh adalah Raja Amarasi yang ke-XVI (menggantikan ibunya), Hendrik sendiri “menjabat” Raja Amarasi selama 14 tahun yang tidak diakui/diangkat oleh Pemerintah Belanda (1926-1940) dikarenakan Semangat dan Jiwa Nasionalisme yang begitu besar dan sangat membahayakan kedaulatan Pemerintah Belanda didaerah tersebut.

Hendrik adalah keturunan dinasti raja2 di Amarasi yang berpendidikan cukup tinggi jaman itu, karena dia berhasil mencapai pendidikan setingkat SMA sekarang , beliau mengecap pendidikan dan tamat dari Europese Large School (ELS) di Kupang tahun 1920, tamat dari MULO di Jakarta 1924, serta sempat mengecap pendidikan AMS, tetapi tidak dapat menamatkan sekolahnya, karena dalam tahun 1924 itu juga beliau keburu dipanggil pulang ke Amarasi karena kakak kandungnya Alexander A.W.Koroh (Raja Amarasi XVI) kedudukannya sebagai raja Amarasi tidak mendapat pengakuan oleh Belanda karena Alex tidak tunduk kepada Pemerintahan Penjajah Belanda saat itu, dengan demikian Hendrik secara otomatis naik tahta menjadi Raja Amarasi ke- XVII, namun nasibnya sama dengan kakaknya Alex, Hendrikpun selama 16 tahun memerintah sebagai raja di Amarasi juga tidak mendapat pengakuan dari pemerintah Belanda karena tidak mau tunduk kepada Penjajah, sebagaimana kita ketahui seluruh Raja-raja pada saat itu harus mendapat pengakuan dari Pemerintah Belanda baru sah secara de yure.

Raja H. A. Koroh

Pada tanggal 7 Nopember 1940 barulah Hendrik Arnold Koroh diangkat secara resmi (setelah mendapat pengakuan dari Pemerintah Belanda) sebagai Raja Amarasi yang ke – XVII, namun walaupun sudah mendapat pengakuan dari pemerintah Belanda saat itu, Raja H.A.Koroh tetap konsisten untuk tidak mau tunduk dan bekerja-sama dengan Belanda. H.A.Koroh memerintah sampai akhir khayatnya tahun 1951. Hendrik sebagai Raja yang masih relatif berusia muda memiliki jiwa Kepimpinan yang berpandangan maju dan sangat berjiwa Nasionalis. Tetapi dia tahu bahwa dia perlu memiliki wahana untuk tampil berpolitik, oleh sebab itu ketika dia terpilih sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sunda Kecil pada jaman Pendudukan Jepang (1942-1945), Hendrik menggunakan Jabatan ini sebagai Sarana Perjuangan demi menyuarakan tuntutan rakyat dan membela rakyatnya.

Raja Kupang Nicolaas Nisnoni (kiri) dan H.A.Koroh Raja Amarasi (kanan)

Hendrik semakin menonjol sepak terjangnya dibidang Politik dibanding Raja-Raja Timor lainnya, sehingga pada bulan Oktober 1946 Hendrik A. Koroh terpilih dan dilantik sebagai Ketua Dewan Raja-Raja di Timor (Timor Eiland Federatie), Dewan Raja-Raja Timor adalah Federasi Raja-Raja Timor yang menerima mandat sebagai Pemerintah yang mengambil alih kekuasaan dari Pemerintah Kolonial (29 September 1949), untuk menyelenggarakan jalannya Pemerintahan,Pembangunan dan Kemasyarakatan di Timor dan wilayah kekuasaannya.

Pelantikan Dewan Raja-Raja Timor

Hendrik A. Koroh adalah Tokoh yang mendukung Perjuangan Pergerakkan Kemerdekaan Indonesia, yang bersama-sama dengan Pahlawan Nasional Izaack Huru Doko (I.H.Doko) bahu membahu melahirkan Partai Demokrasi Indonesia-Timor (PDI-T) sebagai wahana Perjuangan politik mereka. I.H.Doko sebagai Ketua Umum PDI-T, Tom Pello sebagai Sekretaris umum dan Hendrik A.Koroh sebagai Ketua Dewan Penasihatnya, sedangkan Alfons Nisnoni sebagai Ketua PDI-T Kupang dan Titus Uly sebagai Wakil Ketua PDI-T Kupang. Salah satu sepak terjang PDI-T adalah ketika mereka melakukan Rapat raksasa (dihadiri oleh 3000 orang) massa PDI-T di Lapangan Airnona pada tanggal 29 April 1945 serta menaikkan bendera Sang Saka Merah Putih secara resmi pertama kalinya di Indonesia ( atau 4 bulan mendahului penaikkan bendera pusaka Merah Putih di Pegangsaan Timur Jakarta ketika Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 ).

Merah Putih berkibar di Kupang april 1945

Pada Konperensi Malino di Makassar (16-25 Juli 1946) yang mempunyai tujuan membahas rencana pembentukan negara-negara bagian yang berbentuk federasi di Indonesia serta rencana pembentukan negara yang meliputi daerah-daerah di Indonesia bagian Timur. H.A.Koroh yang hadir sebagai anggota peserta pertemuan sempat berpidato dengan gencar memperjuangkan Hak Menentukan nasib diri sendiri bangsa Indonesia serta Keresidenan Timor agar bergabung dengan Bali, Lombok dan Pulau2 Selatan Daya (Kisar dan Kepulauannya) sebagai suatu Wilayah Otonomi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pihak Belanda menganggap Hendrik sudah jelas-jelas berani melawan pemerintah kolonial Belanda, karena konperensi Malino yang digagas oleh Belanda menginginkan agar terbentuknya Negara Indonesia Timur (NIT) sebagai langkah ‘memecah belah’ Republik Indonesia. Karena tindakan berani Hendrik Koroh tersebut menyebabkan Pemerintah Belanda di Kupang menghasut Raja-Raja di Timor untuk menggeser Hendrik Koroh tetapi lagi-lagi gagal karena para Raja Timor justru memberi dukungan kepada Hendrik A.Koroh.

Dewan Raja-Raja Timor ( Timor Eiland Federatie )

Pemerintah NIT di Makassar bentukan Belanda setuju terhadap Agresi Belanda terhadap Negara Republik Indonesia, tetapi Pejuang E.R.Herewila beserta Th.Messakh dalam rapat raksasa yang dihadiri 6000 orang yang digagas Herewila justru Mengecam dan Menolak agresi Belanda terhadap Negara Kesatuan RI. Pada bulan Desember 1948 Belanda memerintahkan untuk menangkap H.A.Koroh, A.Nisnoni (Raja Kupang), E.R.Herewila dan Th.Messakh tetapi mereka berhasil lolos.

H.A.KOROH muda

Pada tahun 1949 setelah Konperensi Meja Bundar di Den Haag-Belanda, akhirnya Pemerintah Belanda “Mengakui Kedaulatan Negara Republik Indonesia” , Pemerintahan di Timorpun diserah terimakan dari Pemerintah Belanda kepada Dewan Raja-Raja Timor dibawah Pimpinan Hendrik A.Koroh terhitung sejak tanggal 1 Oktober 1949. Presiden Soekarno pada tahun 1950 berkunjung ke Kupang bertemu dengan Dewan Raja-Raja Timor serta meminta agar bergabung dalam negara kesatuan Republik Indonesia, hal ini sejalan dengan keinginan Hendrik A.Koroh dan kawan-kawan sehingga pada tanggal 17 Agustus 1950 sejalan dengan pembubaran negara Republik Indonesia Serikat (RIS) maka Daerah Timor dan Kepulauannya bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemakaman Raja H.A.Koroh tahun 1951

Hendrik Arnold Koroh adalah Pejuang Kemerdekaan yang tidak pernah kendor berjuang untuk kemerdekaan Indonesia . Motto Perjuangan Hendrik A.Koroh yang terkenal adalah “Merdeka bersama Republik dan Merdeka sekarang juga”, dia wafat di Baun pada tanggal 30 Maret 1951 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Dhama Loka-Kupang. Hendrik Arnold Koroh meninggalkan seorang Istri Esser E. Koroh-Djawa, serta 9 putra-putri, masing-masing :

  1. Victor H. Rasjin Koroh lahir 7 Oktober 1931
  2. Laura Sarlota Koroh lahir 3 September 1932
  3. Telda Sarah Koroh lahir 3 September 1932
  4. Leuysa M. Koroh lahir 10 Mei 1934
  5. Hilda Carolina Koroh lahir 12 Agustus 1935
  6. Frida Esri Koroh lahir 12 November 1936
  7. Irma Ana Koroh lahir 20 Maret 1938
  8. Bertha Maria Koroh lahir 6 September 1941
  9. Alexander Abraham Wellem Koroh 21 Mei 1947.

Sumber Data : Riwayat Perjuangan H.A.Koroh ( Munanjar Widiyatmika), Tuturan ibu Ida Pandango-Koroh (anak H.A.Koroh), serta dari Google

Sumber Foto : File Pribadi

NNU

Design a site like this with WordPress.com
Get started