Sukabumi periode 1964-1969

“Polisi di Era Orde Lama dan Baru”

Naik pangkat AKBP di SAK 15 Februari tahun 1965

Mutasi dari Balikpapan ke Sukabumi

Pada tahun 1964 keluar Skep Kepala Kepolisian Negara tentang Mutasi ayah kami Kompol tkt. I Titus Uly dari Komdak XIV Kalimantan Timur ke Sekolah Angkatan Kepolisian (SAK-RI) di Sukabumi, setelah kurang lebih 5 tahun ayah kami membaktikan diri di Lembaga Teritorial Kepolisian, sekarang beliau ditempatkan di Kawah Candradimukanya Pendidikan Polri yakni di Sukabumi. Kami sekeluarga berangkat dari Pelabuhan Semayang Balikpapan menuju Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dengan menumpang Kapal Penumpang Kelingi, perjalanan menuju Tanjung Priok Jakarta memakan waktu 1 (satu) minggu lebih karena kami masih menyinggahi Kota Makassar untuk mengisi bahan bakar, air dan juga penumpang.

Titus Uly dengan sahabat Pamen Akabri Kepolisian (1967)

Akhirnya setelah sampai di pelabuhan Tanjung Priok, kami disambut oleh keluarga yang ada disana, kemudian dengan menggunakan kendaraan Polisi yang sudah menjemput di Pelabuhan, kamipun berangkat ke kota Sukabumi-Jawa Barat, inilah repotnya jadi anak-anak ABRI saat itu, tanpa menunggu kepastian penyelesaian Sekolah anak2, begitu keluar SKEP pindah dari atasan maka diboyonglah semua anggota keluarga ketempat yang baru. Berbeda dengan Mutasi TNI-Polri sekarang, cukup bapaknya yang bersangkutan pindah dan tidak repot2 seperti dulu, dulu selain anggota keluarga, juga barang2 inventaris pribadi ikut diboyong sehingga ribet banget.

Sesampainya kami di Pelabuhan Tanjung Priok dari Balikpapan dgn kapal Kelingi (1964)

Sukabumi tahun 1964-1969

Sesampainya di Sukabumi, beruntung kami sudah disiapkan rumah sementara di gang Titiran yang terletak disamping Ksatrian bawah Sekolah Angkatan Kepolisian pada Jalan Bhayangkara Sukabumi, kami tinggal disitu kurang lebih 3 bulan. Sedikit tentang Kota Sukabumi, kota ini bertumbuh sebagai sebuah Kota sejak April 1914, kota Sukabumi berada di kaki gunung Gede dan gunung Pangrango, memiliki hawa yang dingin, ketika kami bangun pagi dan mengeluarkan hawa dari mulut akan berupa asap, kota sejuk ini merupakan pusat pendidikan Kepolisian sejak jaman pendudukan Belanda, kotanya kecil, luas kotanya cuma 50 km2 dengan jumlah penduduk (saat ini) mencapai 250.000 jiwa.

Ksatrian taruna dibawah

Kembali kepada Keluarga kami, kemudian ditahun 1965, ayah kami mendapat tempat tinggal (rumah dinas) di Jalan Soebarkah pada Perumahan Perwira Menengah di Blok C no.9-10 . Rumah Dinas Pamen Kopel (dua rumah) @ type 50 M2 ( jadi total 100 M2) ditempati keluarga kami yang pada saat itu adalah keluarga besar , kami pada awalnya berjumlah 11 orang, sedangkan luasan rumah yang ada tidak mencukupi menampung kami, kemudian diambil keputusan untuk satu rumah seluruh ruangan dipakai sebagai kamar tidur, satu rumahnya lagi ruang tamu dan ruang makan difungsikan, sedangkan kamar tidur yang ada tetap difungsikan sebagai kamar tidur dan kamar strika/gudang. Sangat berbeda jauh dengan rumah jabatan ayah kami di Balikpapan yang justru besar sekali, sehingga banyak kamar yang dapat berfungsi sebagaimana mestinya, bahkan masih memiliki halaman yang luas ( maklum rumah tersebut peninggalan rumjab. jaman Belanda).

Pada saat kami berada di Sukabumi (1964-1969) ini nama beberapa Gubernur SAK/AAK/AKABRI Kepolisian sebagai berikut : Brigjen Soebekti (Gub.SAK), Brigjen (pol) Soemantri Sakimi (1966-1967), kemudian diganti oleh Brigjen (pol) Soejoed bin Wahyu (1967-1968) dan diganti lagi oleh Brigjen (pol) Soetadi Ronodipuro (1968-1970).

Ayah kami mendapat kenaikan pangkat dari Komisaris Polisi (Kompol) tingkat I menjadi Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) di Sukabumi pada tanggal 15 Februari 1965.

Bis anak sekolah SAK

Kamipun mulai didaftarkan di sekolah-sekolah Swasta di kota Sukabumi, saya dan kak Jack masuk di SD. Mardi Yuana di Jalan Cikole dalam, adik Nonce di Sekolah Yuakti Bhakti, dan kak Moes masuk di SMP Yuakti Bhakti serta kak Lenny di SMP Penabur Kristen di Jalan Bhayangkara Sukabumi, adik Robby masih di Taman Kanak-Kanak AKPOL yang namanya Ahmad Riyani. Setiap pagi kami diantar oleh Bus Sekolah milik SAK ke sekolah kami masing-masing bersama anak2 Polisi lainnya, pulang sekolah kami jalan kaki dari sekolah sampai kerumah kami yang berjarak kurang lebih 3-4 km, begitu kegiatan rutin kami sehari-hari. Kondisi ekonomi Indonesia di era tahun 1964 sampai dengan 1966 benar2 anjlok tajam, di tahun 1964 terjadi pemotongan nilai uang dari Seribu rupiah menjadi Satu Rupiah, terjadi Inflasi ekonomi yang tinggi yang mencapai hampir 700 persen, Produk Domestik Bruto (PDB) sangat rendah, investasipun sangat rendah, harga2 bahan pokok tidak terjangkau dalam daya beli masyarakat , pokoknya ekonomi indonesia pada saat itu cukup berat. Apalagi ditambah dengan keadaan keamanan negara terganggu dengan adanya Operasi Militer Dwikora, Trikora maupun G-30-S PKI, sehingga masyarakat miskin semakin tertekan, uang-uang yang seharusnya digunakan untuk menyelesaikan masalah dropnya ekonomi justru dipakai untuk membeli Alutsista ABRI untuk perang (pada era tersebut kita banyak membeli Alutsista ABRI dari negara Rusia sehingga kita termasuk kekuatan militer kuat di Asia), dampaknya benar-benar membuat kacau ekonomi maupun Keuangan Negara saat itu, penduduk miskin meningkat hampir 80 persen. Kuda-Kuda Negara indonesia mulai goyah, terjadi demonstrasi Masyarakat dimana-mana yang dimotori oleh KAPPI / KAMI ( Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar serta Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dengan pentolannya berasal dari ITB dan UI. Pemberontakan PKI-1965 (yang menyebabkan kekacauan Politik dan Hankam didalam negeri) serta merosotnya Ekonomi Negara Indonesia inilah yang menyebabkan Presiden Soekarno “terpaksa” menyerahkan kedaulatan sebagai Presiden RI kepada Jenderal Soeharto pada bulan Maret tahun 1966.

Rumah Dinas Kopel yang kami tempati 1965-1967 di Jalan Soebarkah Blok C no. 9-10 Sukabumi

Bagaimana dengan keadaan keluarga kami ? Hidup susah itu pasti. Tidak terbayangkan ayah dan ibu kami harus mengatur ‘uang gaji’ yang sudah kecil untuk membiayai kehidupan sehari-hari kami sekeluarga ( ditambah dengan famili kami yang turut tinggal bersama dgn kami di Sukabumi), bertambahlah jumlah jiwa dalam rumah kami seluruhnya menjadi 13-14 orang.

Titus Uly dengan istri (1966)

Belum lagi orang tua kami harus memikirkan bagaimana dengan biaya/uang sekolah kami 7 (tujuh) orang anak (mulai dari TK sampai yang Kuliah) tidak boleh Putus Pendidikannya. Kakak yang tertua kebetulan sudah selesai pendidikan SMA nya dan sedang mencari/melamar pekerjaan di Jakarta untuk membantu orang tuanya dalam hal pendapatan kelak. Bangun pagi, setelah mandi dan berpakaian sekolah, kamipun duduk berjejer makan bubur cair pakai garam saja baru berangkat ke sekolah, beras yang jatah dari Polisi adalah beras dari kualitas kelas 4 (jelek sekali), dimana beras tersebut harus dibersihkan dari ‘batu-batu kecil serta ulat-ulat beras’ sebelum di masak, bahkan tidak jarang kami hanya makan Bulgur, tetapi situasi ini dapat kami sekeluarga lewati dengan baik berkat ibu kami yang bisa mengatur semuanya dengan baik. Ibu kami bukan hanya mengurus rumah tangga, beliau juga sangat aktif sebagai anggota Bhayangkari Akabri Kepolisian, bahkan dia terpilih sebagai Ketua Hariannya.

Ibu kami, kak Yos dan kak Jack dengan taruna/i AAK asal NTT tahun 1966

Kami anak-anak sangat berterima kasih, bangga dan menghargai ibu kami yang tidak pernah mengeluh sedikitpun dalam menghadapi keterpurukan Ekonomi Nasional, benar-benar dia berhemat ketat demi kemajuan pendidikan anak-anaknya, salut dan hormat untuk almarhum mama tercinta dan atas jasa beliau berdua kami kemudian hari bisa mencapai dan meraih cita-cita kami .

Saya dengan adik Nonce serta anak2 asrama Akabri Kepolisian ketika merayakan Hari Kartini 1966

Pada saat itu jabatan ayah kami Titus (Ayah kami sendiri adalah Alumni PTIK angkatan ke V) juga adalah sebuah jabatan yang lumayan strategis baik di SAK maupun di Akademi Angkatan Kepolisian (AAK) serta di Akabri Kepolisian, dia selain sebagai Dosen juga menjabat sebagai Kepala Departemen Akademi dan Biro Operasi Pengajar pada AAK/AKABRIdari tahun 1965 sampai tahun 1967 , ditangan dia lah penentuan Calon Taruna bisa lulus tidaknya menjadi Taruna , bahkan dia juga penentu bagi kenaikan tingkat tiap taruna ( kalau sekarang jabatan tersebut adalah Direktur Pendidikan Akpol). pada tahun 1967 AAK berubah lagi menjadi Akabri Kepolisian. Akabri pertama masuk pendidikan tahun 1967 tamat pada tahun 1970.

Peringatan Hari Bhayangkara di lapangan Soetadi Ronodipuro

Ayah kami benar-benar seorang yang berjalan lurus dan jujur, kalau saja dengan keadaan keuangan yang minim dia mau “nakal” saja sangat bisa untuk mendapatkan uang yang banyak, sebab banyak orang berusaha agar anaknya diterima di Akabri Kepolisian dengan menggunakan “cara apapun termasuk Uang”, apalagi saat itu situasi pengawasan melekat belum ada, anda terima uang sogok dianggap hal yang biasa, bukan suatu “kesalahan”. Tetapi ayah kami tetap tidak tergoyahkan dengan hal-hal seperti itu dan dia lolos dari ujian korupsi jaman itu. Dan sebagai Ketua Panitia Pelaksana Penerimaan Taruna Akademi Kepolisian memberi dukungan, petunjuk, serta bimbingan bagi putra-putri NTT yang ikut test Akabri agar mampu bersaing dan lolos test ( hal ini berlangsung selama 5 tahun), banyak dari murid-muridnya (yang asal NTT tersebut) dikemudian hari menjadi Tokoh-Tokoh di Lembaga Polri, dan pensiun dengan pangkat Kolonel bahkan sampai dengan Jenderal Polisi, diantaranya Brigjen (pol) Harnoldy Ratta-Mesa, Brigjen (pol) Zwingly Manu alm, Kombes (Pol) Zeth Lelametan alm, Kombes (Pol) Johny Frans alm, Kombes (Pol) Alberth Lasi alm, mereka adalah alumni AAK tahun 1968 (Bataliyon Dharma). Sedangkan dari Akabri Angkatan I (Bataliyon Waspada 1970) adalah Kombes (Pol) Johanis Paulus alm (yang adalah juga kakak ipar kami, menikah dengan kakak tertua kami Johana M.Uly), Kombes (Pol) Aloysius Langoday dll.

Titus Uly sebagai Pendidik/Dosen di Lembaga Pendidikan Polri di Sukabumi boleh berbangga bahwa dari murid-muridnya di AAK/Akabri bag. Kepolisian, (dikemudian hari) banyak yang menjadi Pejabat Teras Polri (Kapolri, Wakapolri dan Jabatan PATI-Polri lainnya), mereka antara lain berasal dari AAK /Bataliyon Dharma (tamat 1968), Akabri angkatan I/Bataliyon Waspada (tamat 1970), Akabri angkatan II/ Bataliyon Satya Brata (tamat 1971), dan setahun mengajar Akabri angkatan III/ Bataliyon Tansa Trisna (tamat 1972).

Para Sukwati berfoto dengan Gubernur SAK Brigjen Soebekti (1965)

Adik terkecil kami Ridho Galih Uly lahir di kota Sukabumi tanggal 3 Oktober 1965 setelah Gestapu PKI ( Lahir pas Gestok), dia lahir di RS. Ridho Galih Sukabumi, sehingga nama rumah sakit itu dinamakan ke nama adik bungsu kami.

Ibu kami gendong adik Ridho,adik Robby dengan disamping kanannya Kak Moesye (1965)

Kakak nomor dua kami (Yos Uly) pada pada tahun 1964 kuliah di ITB jurusaan Kimia Teknik, kakak nomor tiga Moesye Uly ketika tamat dari SMA awalnya bercita-cita masuk Fakultas Kedokteran , tetapi karena keadaan keuangan orang tua kami yang berat menyebabkan dia harus “mengalah” dari kakak nomor dua, dan dia kuliah di Universitas Satya Wacana-Salatiga. Berbicara cita-cita yang tinggi kadang harus dikalahkan dengan “uang” menyebabkan kecewa yang berat, sebab yang berkuasa saat itu adalah uang, berapa banyak anak bangsa dijaman itu harus terbengkalai cita-citanya bahkan putus sekolah hanya dikarenakan ekonomi rumah tangga yang ambruk oleh karena situasi inflasi ekonomi bangsa. Hal inilah yang menyebabkan kemarahan yang amat sangat dari rakyat kepada Pemimpin Bangsa yang tidak bisa mengeluarkan bangsa ini dari keterpurukan Ekonomi. Dan hal inipun kemudian berulang kembali pada era tahun 1998, dimana Rejim Soeharto pun ikut ambruk akibat Keterpurukan Ekonomi saat itu. Pada tahun 1967-1969 kami sekeluarga pindah rumah ke Ksatrian Perwira di Prana-Bunut, di lokasi perumahan Perwira ini juga tinggal Gubernur dan Wakil Gubernur Akabri Kepolisian. Dilingkungan perumahan ini juga terdapat Kolam Renang Akabri Kepolisian, sehingga giat anak2 Polisi sehari-harinya adalah renang, naik sepeda, main kelereng, main kasti dll.

Rumah kami di Prana (1967-1969)

Ayah kami Titus Uly kemudian Februari 1967 melalui keputusan Men/Pangak, Titus ditunjuk mengikuti Pendidikan Penjenjangan tertinggi saat itu di Kepolisian yakni Sekolah Staf dan Komando Angkatan Kepolisian (Seskoak) Angkatan ke- III (seangkatan dengan bapak Kombespol. Daniel Adu dari NTT). Saat itu juga Titus Uly pada tanggal 24 Agustus 1967 mendapat kenaikan pangkat dari AKBP menjadi Komisaris Besar Polisi (KBP).

Setahun kemudian setamatnya dari SESKOAK (1968) dia diangkat kembali menjadi Dosen tetap pada Akabri bahagian Kepolisian di Sukabumi serta “merangkap” menjadi Instuktur di Seskoak ( Sekarang adalah Sespimpol). Sebelumnya, pada tahun 1966, Titus Uly ditunjuk mewakili unsur ABRI sebagai anggota MPRS di Senayan-Jakarta (periode 1966-1972).

Mutasi dari Sukabumi ke Kupang (Desember 1969)

Setelah itu ayah kami mendapat penawaran mutasi Jabatan di Komdak Metro Jaya atau Komdak NTT, dia memilih untuk mutasi ke Kupang-NTT karena dia memilih untuk “pensiun” ditanah kelahirannya, sehingga pada bulan Desember 1969 sekali lagi kami sekeluarga diboyong oleh orang tua pindah ke Kupang dengan menaiki Kapal Polisi 504. Ketika kami berangkat ke Kupang, empat orang kakak kami tidak ikut pindah ke Kupang, kakak tertua Johana M.Uly tinggal dan bekerja di Jakarta, kakak no.2 Yos Uly masih kuliah di Teknik Kimia ITB, kakak no. 3 Moesye Uly kuliah di Jurusan Botani (kemudian pindah ke Fak.Hukum) UKSW-Salatiga, dan kakak ke empat Lenny Uly berangkat ke Belanda dan memulai hidup baru disana.

Sumber Data :

  1. https://nickywritehistory.wordpress.com/2021/01/24/kombespol-drs-titus-uly-pendiri-kepolisian-nusa-tenggara-timur/
  2. https://nickywritehistory.wordpress.com/2021/01/22/riwayat-hidup-leonie-victoria-uly-tanya/

NNU

One thought on “Sukabumi periode 1964-1969

Leave a comment

Design a site like this with WordPress.com
Get started