“Hendrik Arnold Koroh”

H. A. Koroh

Hendrik Arnold Koroh “Merdeka bersama Republik dan Merdeka sekarang juga”

Hendrik Arnold Koroh (Hendrik), adalah anak dari Wellem Djawa dan ibu Sara Carolina Koroh (Ratu Amarasi ke-XV), Hendrik dilahirkan di Baun Amarasi pada tanggal 9 Mei 1903, dia adalah anak kedua dari dua orang bersaudara kandung, kakaknya Alexander Rasjin Koroh adalah Raja Amarasi yang ke-XVI (menggantikan ibunya), Hendrik sendiri “menjabat” Raja Amarasi selama 14 tahun yang tidak diakui/diangkat oleh Pemerintah Belanda (1926-1940) dikarenakan Semangat dan Jiwa Nasionalisme yang begitu besar dan sangat membahayakan kedaulatan Pemerintah Belanda didaerah tersebut.

Hendrik adalah keturunan dinasti raja2 di Amarasi yang berpendidikan cukup tinggi jaman itu, karena dia berhasil mencapai pendidikan setingkat SMA sekarang , beliau mengecap pendidikan dan tamat dari Europese Large School (ELS) di Kupang tahun 1920, tamat dari MULO di Jakarta 1924, serta sempat mengecap pendidikan AMS, tetapi tidak dapat menamatkan sekolahnya, karena dalam tahun 1924 itu juga beliau keburu dipanggil pulang ke Amarasi karena kakak kandungnya Alexander A.W.Koroh (Raja Amarasi XVI) kedudukannya sebagai raja Amarasi tidak mendapat pengakuan oleh Belanda karena Alex tidak tunduk kepada Pemerintahan Penjajah Belanda saat itu, dengan demikian Hendrik secara otomatis naik tahta menjadi Raja Amarasi ke- XVII, namun nasibnya sama dengan kakaknya Alex, Hendrikpun selama 16 tahun memerintah sebagai raja di Amarasi juga tidak mendapat pengakuan dari pemerintah Belanda karena tidak mau tunduk kepada Penjajah, sebagaimana kita ketahui seluruh Raja-raja pada saat itu harus mendapat pengakuan dari Pemerintah Belanda baru sah secara de yure.

Raja H. A. Koroh

Pada tanggal 7 Nopember 1940 barulah Hendrik Arnold Koroh diangkat secara resmi (setelah mendapat pengakuan dari Pemerintah Belanda) sebagai Raja Amarasi yang ke – XVII, namun walaupun sudah mendapat pengakuan dari pemerintah Belanda saat itu, Raja H.A.Koroh tetap konsisten untuk tidak mau tunduk dan bekerja-sama dengan Belanda. H.A.Koroh memerintah sampai akhir khayatnya tahun 1951. Hendrik sebagai Raja yang masih relatif berusia muda memiliki jiwa Kepimpinan yang berpandangan maju dan sangat berjiwa Nasionalis. Tetapi dia tahu bahwa dia perlu memiliki wahana untuk tampil berpolitik, oleh sebab itu ketika dia terpilih sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sunda Kecil pada jaman Pendudukan Jepang (1942-1945), Hendrik menggunakan Jabatan ini sebagai Sarana Perjuangan demi menyuarakan tuntutan rakyat dan membela rakyatnya.

Raja Kupang Nicolaas Nisnoni (kiri) dan H.A.Koroh Raja Amarasi (kanan)

Hendrik semakin menonjol sepak terjangnya dibidang Politik dibanding Raja-Raja Timor lainnya, sehingga pada bulan Oktober 1946 Hendrik A. Koroh terpilih dan dilantik sebagai Ketua Dewan Raja-Raja di Timor (Timor Eiland Federatie), Dewan Raja-Raja Timor adalah Federasi Raja-Raja Timor yang menerima mandat sebagai Pemerintah yang mengambil alih kekuasaan dari Pemerintah Kolonial (29 September 1949), untuk menyelenggarakan jalannya Pemerintahan,Pembangunan dan Kemasyarakatan di Timor dan wilayah kekuasaannya.

Pelantikan Dewan Raja-Raja Timor

Hendrik A. Koroh adalah Tokoh yang mendukung Perjuangan Pergerakkan Kemerdekaan Indonesia, yang bersama-sama dengan Pahlawan Nasional Izaack Huru Doko (I.H.Doko) bahu membahu melahirkan Partai Demokrasi Indonesia-Timor (PDI-T) sebagai wahana Perjuangan politik mereka. I.H.Doko sebagai Ketua Umum PDI-T, Tom Pello sebagai Sekretaris umum dan Hendrik A.Koroh sebagai Ketua Dewan Penasihatnya, sedangkan Alfons Nisnoni sebagai Ketua PDI-T Kupang dan Titus Uly sebagai Wakil Ketua PDI-T Kupang. Salah satu sepak terjang PDI-T adalah ketika mereka melakukan Rapat raksasa (dihadiri oleh 3000 orang) massa PDI-T di Lapangan Airnona pada tanggal 29 April 1945 serta menaikkan bendera Sang Saka Merah Putih secara resmi pertama kalinya di Indonesia ( atau 4 bulan mendahului penaikkan bendera pusaka Merah Putih di Pegangsaan Timur Jakarta ketika Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 ).

Merah Putih berkibar di Kupang april 1945

Pada Konperensi Malino di Makassar (16-25 Juli 1946) yang mempunyai tujuan membahas rencana pembentukan negara-negara bagian yang berbentuk federasi di Indonesia serta rencana pembentukan negara yang meliputi daerah-daerah di Indonesia bagian Timur. H.A.Koroh yang hadir sebagai anggota peserta pertemuan sempat berpidato dengan gencar memperjuangkan Hak Menentukan nasib diri sendiri bangsa Indonesia serta Keresidenan Timor agar bergabung dengan Bali, Lombok dan Pulau2 Selatan Daya (Kisar dan Kepulauannya) sebagai suatu Wilayah Otonomi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pihak Belanda menganggap Hendrik sudah jelas-jelas berani melawan pemerintah kolonial Belanda, karena konperensi Malino yang digagas oleh Belanda menginginkan agar terbentuknya Negara Indonesia Timur (NIT) sebagai langkah ‘memecah belah’ Republik Indonesia. Karena tindakan berani Hendrik Koroh tersebut menyebabkan Pemerintah Belanda di Kupang menghasut Raja-Raja di Timor untuk menggeser Hendrik Koroh tetapi lagi-lagi gagal karena para Raja Timor justru memberi dukungan kepada Hendrik A.Koroh.

Dewan Raja-Raja Timor ( Timor Eiland Federatie )

Pemerintah NIT di Makassar bentukan Belanda setuju terhadap Agresi Belanda terhadap Negara Republik Indonesia, tetapi Pejuang E.R.Herewila beserta Th.Messakh dalam rapat raksasa yang dihadiri 6000 orang yang digagas Herewila justru Mengecam dan Menolak agresi Belanda terhadap Negara Kesatuan RI. Pada bulan Desember 1948 Belanda memerintahkan untuk menangkap H.A.Koroh, A.Nisnoni (Raja Kupang), E.R.Herewila dan Th.Messakh tetapi mereka berhasil lolos.

H.A.KOROH muda

Pada tahun 1949 setelah Konperensi Meja Bundar di Den Haag-Belanda, akhirnya Pemerintah Belanda “Mengakui Kedaulatan Negara Republik Indonesia” , Pemerintahan di Timorpun diserah terimakan dari Pemerintah Belanda kepada Dewan Raja-Raja Timor dibawah Pimpinan Hendrik A.Koroh terhitung sejak tanggal 1 Oktober 1949. Presiden Soekarno pada tahun 1950 berkunjung ke Kupang bertemu dengan Dewan Raja-Raja Timor serta meminta agar bergabung dalam negara kesatuan Republik Indonesia, hal ini sejalan dengan keinginan Hendrik A.Koroh dan kawan-kawan sehingga pada tanggal 17 Agustus 1950 sejalan dengan pembubaran negara Republik Indonesia Serikat (RIS) maka Daerah Timor dan Kepulauannya bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemakaman Raja H.A.Koroh tahun 1951

Hendrik Arnold Koroh adalah Pejuang Kemerdekaan yang tidak pernah kendor berjuang untuk kemerdekaan Indonesia . Motto Perjuangan Hendrik A.Koroh yang terkenal adalah “Merdeka bersama Republik dan Merdeka sekarang juga”, dia wafat di Baun pada tanggal 30 Maret 1951 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Dhama Loka-Kupang. Hendrik Arnold Koroh meninggalkan seorang Istri Esser E. Koroh-Djawa, serta 9 putra-putri, masing-masing :

  1. Victor H. Rasjin Koroh lahir 7 Oktober 1931
  2. Laura Sarlota Koroh lahir 3 September 1932
  3. Telda Sarah Koroh lahir 3 September 1932
  4. Leuysa M. Koroh lahir 10 Mei 1934
  5. Hilda Carolina Koroh lahir 12 Agustus 1935
  6. Frida Esri Koroh lahir 12 November 1936
  7. Irma Ana Koroh lahir 20 Maret 1938
  8. Bertha Maria Koroh lahir 6 September 1941
  9. Alexander Abraham Wellem Koroh 21 Mei 1947.

Sumber Data : Riwayat Perjuangan H.A.Koroh ( Munanjar Widiyatmika), Tuturan ibu Ida Pandango-Koroh (anak H.A.Koroh), serta dari Google

Sumber Foto : File Pribadi

NNU

Leave a comment

Design a site like this with WordPress.com
Get started